Type A
"Memento Mori: Ingatlah, bahwa suatu hari nanti kita akan mati"
Rabu, 23 Oktober 2013
Senin, 17 Juni 2013
Melihat dengan hati
Film Naga bonar merupakan film yang mengisahkan keadaan Indonesia setelah berhasil merebut kemerdekaan. Awalnya si Naga Bonar (Deddy Mizwar) itu adalah pencopet tetapi seiring waktu berjalan Naga Bonar menjadi jendral dan berhasil memimpin pasukannya untuk meraih kemenangan Indonesia dalam peperangan di daerahnya. Dalam tayangan film tersebut terlihat detik – detik kemerdekaan Indonesia yaitu di tanggal 17 Agustus 1945. Rakyat Indonesia bersuka cita atas kabar itu tetapi ternyata masih ada pihak – pihak lain yang tidak rela akan kemerdekaan Indonesia seperti Inggris, Jepang, terutama Belanda. Keinginan Belanda untuk berkuasa kembali di Indonesia antara laskar pejuang bersenjata dan masyarakat sangat memberikan reaksi keras akan maksud keinginan tersebut. Banyak penjajah yang masih menindas masyarakat apalagi di daerah – daerah meskipun begitu Naga Bonar bersama pejuang yang lain tidak peduli yang terpenting adalah tetap maju melakukan perlawanan pertempuran.
Dalam tayangan tersebut perlawanan tidak hanya dilakukan dengan perjuangan fisik tetapi juga dilakukan juga melalui diplomasi. Pola diplomasi tersebut menggambarkan betapa penyusunan strategi dalam berfikir sangat menentukan pula dalam perlawanan. Dalam diplomasi tersebut tampak Naga Bonar cukup jenius dengan membuat pihak Belanda kebingungan ketika melakukan penandatanganan perjanjian damai dan penentuan garis demarkasi tentang peta wilayah.
Dalam film Naga Bonar ini memeberikan pelajaran kepada kita bagaimana semangat nilai - nilai nasionalisme yang sangat besar ada pada kepribadian rakyat Indonesia sejak dulu. Jadi kita alangkah baiknya meniru seperti mereka. Sederhananya nasionalisme itu timbul karena sebuah daerah dimana itu adalah tanah kelahiran kita apa yang berawal maka harus berakhir disitu juga. Selain itu alam yang ada di lingkungan kita harusnya di eksploitasi oleh kita sendir bukan oleh penjajah. Jadi bisa dilihat nasionalisme pada film ini seperti yang dijelaskan tadi. Tidak hanya semangat nasionalisme yang digambarkan dalam film tersebut, juga ada suatu relasi pencitraan nilai – nilai religius dan sikap patriotisme yang tinggi. Bisa dilihat meskipun Naga Bonar ini adalah seorang jenderal ia tetap taat dan patuh pada Ibunya. Meskipun Naga Bonar suka dongkol apabila di perintah oleh ibunya, ia tetap menjalankan segala perintahnya dan menghormatinya. Naga Bonar ini tidak hanya mengabdi untuk bangsa ataupun lingkungan daerah tempat tinggalnya, tetapi juga suatu bentuk pengabdian yang sangat membanggakan dapat dipersembahkan kepada sang ibu yang sampai-sampai meneteskan tangis air mata melihat Naga Bonar bersungguh-sungguh berjuang keras untuk tanah Ibu pertiwi. Selain itu dalam film ini sangat jelas pula tergambar bagaimana suatu proses kenaikan pangkat sangat penting dibutuhkan untuk mendapatkan suatu legitimasi di dalam suatu komunitas. Sebab semakin tinggi pangkat jabatan yang dimiiliki maka pelayanan penghargaan yang didapatkan mungkin cukup istimewa jika dibandingkan pangkat yang terbilang masih berada di bawah. Sebagai contoh Naga Bonar sebagai Jendral tentunya akan mendapatkan pelayanan penghargaan istimewa yang berbeda dengan si Bujang yang hanya berpangkat sebagai kopral.
Selain melihat sisi perjuangan dan kemerdekaan, kita juga harus liat kisah Naga Bonar yang lain yaitu sebuah persahabatan dan percintaan. Dimana seorang sahabat dan orang yang dicintai menjadi motivator paling besar untuk penyemangat Naga Bonar dalam memimpin perang. Dalam tayangannya dapat tergambar bahwa kisah cinta dan persahabatan pun ikut berperan penting dalam mewarnai perjalanan perjuangan Naga Bonar dalam memimpin perlawanan sebagai contoh sahabat Naga Bonar si Bujang yang kemudian diangkat sebagai asisten pribadi Naga Bonar serta Kirana calon istri Naga Bonar yang dijadikan permaisurinya padahal istilah seperti ini tidak ada dalam ketentaraan, karena biasanya dipakai di kerajaan.
Film ini patut kita apresiasi tinggi karena kisah yang diberikan dan pelajaran berharga didalamnya sangat bagus sekali. Di zaman sekarang nasionalisme sudah seperti bukan urusan masing – masing orang lagi. Naga Bonar ini sungguh membuat kita seperti kembali ke zaman kemerdekaan. Alur cerita dan bahasa yang tidak rumit juga dengan aktor – aktor yang lucu, membuat film ini menarik di mata penonton dan sangat mudah diterima maknanya oleh penonton.
Kamis, 13 Juni 2013
little thing called a dream
"Dunia yang memaksa untuk berubah"
kali ini saya kembali dengan review film dokumenter. jujur, film ini lebih menarik di banding film-film lainnya karena bertema politik. saya besar di lingkungan politik. itu yang menjadi alasan ketertarikan lebih pada film dokumenter kali ini.
film dokumenter ini bercerita tentang Bambang Wari Koesoma. seorang mantan anggota DPR dari naungan partai Golkar. sayang, pada tahun 1995 dia di keluarkan oleh partainya sendiri dari kursi anggota parlemen.
Lewat film dokumenter ini, Bambang mengajak kita mengikuti aktifitasnya mendatangi satu tempat rakyat kecil ke rakyat kecil lainnya untuk mengajak para masyarakat itu agar memilihnya saat pemilu mendatang. Ya, Bambang membulatkan tekad untuk mencalonkan diri lagi dengan berlandaskan untuk memperjuangkan rakyat.
memperjuangkan mimpi rakyat kecil lebih spesifiknya.
Dan Bambang tidak main-main apalagi setengah hati dalam menjalani tujuannya. banyak hal dari bagian hidup yang lelaki lanjut usia ini korbankan demi mewujudkan mimpinya. tapi seperti yang saya sebutkan diatas, mimpi ga selamanya bisa kita raih.
maka begitu juga yang Bambang alami, dia kalah. mimpi yang telah di iringi do'a, usaha dan ketulusan itu berakhir dengan senyum keihklasan dan lapang dada.
politik itu pro dan kontra. yang namanya murni dan tulus cuma ada bagi segelintir orang. nah, segelintir orang dengan niat murni itu tertutupi oleh ribuan orang dengan niat yang kurang tulus. seperti itu dunia politik. hampir sama dengan dunia yang saya pelajari di masa perkuliahan sekarang.
prinsip orang bisa berubah. karena dunia yang di jalani menuntutnya untuk berubah. resiko bila dia tidak mau berubah adalah; tertinggal dan di lupakan.
prinsip orang bisa berubah. karena dunia yang di jalani menuntutnya untuk berubah. resiko bila dia tidak mau berubah adalah; tertinggal dan di lupakan.
Senin, 27 Mei 2013
Metamorfosis: Tumbuh dan Berkembang
Kalo di suruh ngebahas tentang Madonna maka lirik lagu "4 minute" yang dia nyanyiin bareng sama Justin Timberlake bakal langsung memenuhi kepala gue. Oh, siapa yang engga suka lagu itu pada masanya? Musik Video keren denan dentuman musik dance yang bisa bikin siapa saja yang mendengar langsung bergerak mengikuti irama.
mungkin, pada masa jaya Madonna gue masih kecil atau bahkan malah belum lahir maka yang gue tau tentang sosok ratu king of pop itu adalah image sexynya. jangan bilang kalian suka suara lebih dahulu dari pada tubuh sexy-nya itu.
But hey, this is what we called life right? seperti bumi yang terus berputar dan fisik yang terus berkembang seperti itulah sosok Madonna. jangan salahkan dia, dia hanya mengikuti apa yang zaman tuntut padanya jika dia tidak mengikuti berkembangan zaman maka dunia akan menelannya.
seperti dia tidak pernah ada. dan bukankah kita juga seperti itu?
sayangnya, gue dan orang lain seperti gue bukanlah artis atau orang yang seluruh dunia tau namanya. kita haya manusia biasa, bagian dari ciptaan Allah untuk melengkapi dunia. Jadi, ketika kita melakukan perubahan besar dalam diri kita, terlebih lagi negatif tidak akan banyak orang yang perduli apalagi menghina kecuali orang-orang sekitar yang benar-benar perduli pada kita.
Kalo boleh membuat konsep untuk artis favourite gue sendiri, gue juga bakal buat perubahan yang cukup drastis dari mereka. sebelumnya, seperti yang orang-orang uda tau (karena mereka bisa menilai dari wajah gue) gue gadis K-pop.
EXO. Boy Band Korea pendatang baru dari salah satu perusahaan paling besar Korea, SMentertaiment. EXO terdiri dari 12 cowok-cowok dengan kisaran usia paling tua 22 tahun dan paling muda 20 tahun. awal debut mereka terlihat sangat cool dengan gerakkan dance enerjik terlihat dari musik video mereka yang berjudul "MAMA"
maka untuk musik video mereka kali in gue akan mengusung tema yang sedikit lebih imut, menunjukkan bahwa mereka memang masih muda. ide ini muncul ketika foto-foto untuk album selanjutnya mereka muncul.
dari foto keliatan banget kan kalo mereka masih muda, lalu untuk tempat pembuatan musik vidoe, gua ngambil sekolah karena untuk tema sendiri gue ngambil "firts love" menceritakan bagaimana kisah cinta layaknya remaja yang baru beranjak dewasa.
Sweet isn't it?
mungkin, pada masa jaya Madonna gue masih kecil atau bahkan malah belum lahir maka yang gue tau tentang sosok ratu king of pop itu adalah image sexynya. jangan bilang kalian suka suara lebih dahulu dari pada tubuh sexy-nya itu.
Dan ketika salah satu dosen membawa beberapa musik video madonna yang di ambil dari album ke album gue jadi tau Madonna yang saat ini terkenal dengan image sexy di usianya yang bisa di bilang tidak muda lagu, pada masa-masa awal karirnya hanya gadis yang bisa gue bilang cantik dan polos. kalo boleh jujur, gue lebih suka gaya dia yang terdahulu.
But hey, this is what we called life right? seperti bumi yang terus berputar dan fisik yang terus berkembang seperti itulah sosok Madonna. jangan salahkan dia, dia hanya mengikuti apa yang zaman tuntut padanya jika dia tidak mengikuti berkembangan zaman maka dunia akan menelannya.
seperti dia tidak pernah ada. dan bukankah kita juga seperti itu?
sayangnya, gue dan orang lain seperti gue bukanlah artis atau orang yang seluruh dunia tau namanya. kita haya manusia biasa, bagian dari ciptaan Allah untuk melengkapi dunia. Jadi, ketika kita melakukan perubahan besar dalam diri kita, terlebih lagi negatif tidak akan banyak orang yang perduli apalagi menghina kecuali orang-orang sekitar yang benar-benar perduli pada kita.
Kalo boleh membuat konsep untuk artis favourite gue sendiri, gue juga bakal buat perubahan yang cukup drastis dari mereka. sebelumnya, seperti yang orang-orang uda tau (karena mereka bisa menilai dari wajah gue) gue gadis K-pop.
EXO. Boy Band Korea pendatang baru dari salah satu perusahaan paling besar Korea, SMentertaiment. EXO terdiri dari 12 cowok-cowok dengan kisaran usia paling tua 22 tahun dan paling muda 20 tahun. awal debut mereka terlihat sangat cool dengan gerakkan dance enerjik terlihat dari musik video mereka yang berjudul "MAMA"
maka untuk musik video mereka kali in gue akan mengusung tema yang sedikit lebih imut, menunjukkan bahwa mereka memang masih muda. ide ini muncul ketika foto-foto untuk album selanjutnya mereka muncul.
dari foto keliatan banget kan kalo mereka masih muda, lalu untuk tempat pembuatan musik vidoe, gua ngambil sekolah karena untuk tema sendiri gue ngambil "firts love" menceritakan bagaimana kisah cinta layaknya remaja yang baru beranjak dewasa.
Sweet isn't it?
Minggu, 07 April 2013
Memoria
"Senyum itu, menghangatkan hati Kai, Sunny. Nama yang cocok
bukan? Gadis yang selalu berhasil meninggalkan kehangatan serta rasa nyaman
untuk Kai seperti sinar matahari di pagi hari. Gadis yang sangat-amat di
cintainya hampir 3 tahun belakangan ini."
Bunyi ranjang berderit singkat saat beban di atasnya
bergerak. Sepasang kaki jenjang mulus turun, menginjak lantai kayu. Si pemilik
tubuh masih duduk di tepi ranjang, meregangkan otot-ototnya baru kemudian
perlahan berdiri, menimbulkan derit sekali lagi pada ranjang yang sudah
benar-benar di tinggal kosong pemiliknya.
Sunny, melangkahkan kaki jenjangnya ke arah jendela,
mendongakan kepala, membiarkan hangat sinar matahari menyinari wajah putihnya.
CKLEK
Suara pintu dari belakang terdengar, Sunny memutar
tubuh menghadap pintu. Detik berikutnya, dahi nya berkerut, menatap datar pada
sosok gadis berparas cantik, mungkin hanya terpaut 3 tahun lebih tua darinya.
“Hai Sunny, kau suka matahari pagi ini?”
“apa aku mengenalmu?”
“oh ya maaf, aku Bintang. Kakakmu” gadis yang
menyebut dirinya Bintang sekaligus kakak Sunny tersenyum ramah sambil berjalan
mendekat pada Sunny. Sunny masih ragu, ia tak bergerak. Mencoba meresapi semua
penjelasan Bintang. Kakak? Apa dia benar-benar punya kakak?
“kau mengalami kecelakaan minggu lalu Sunny,
mengakibatkan sedikit gangguan di kepalamu. Kita semua masih menunggu hasil
pemerikasaan dokter dan kau tahu? Hasi pemeriksaanmu keluar hari ini, jangan
khawatir kau pasti sembuh” tambah Bintang seakan bisa membaca pikiran Sunny.
“tapi aku merasa baik-baik saja,” Sunny tampak
memutar bola mata sebelum mengakhiri satu kata terakhrinya.
“Bintang..” manik matanya menatap tepat pada manik
mata Bintang. Bintang tersenyum lirih, mendengar nada keraguan saat Sunny
menyebut namanya, seperti ada beribu jarum yang di tusuk-tusuk tepat ke hatinya.
“aku bisa mengingat semuanya” Sunny menamambahkan.
Ya, Sunny yakin, dia ingat semuanya. Ia ingat kecelakaan yang di alaminya,
buku-buku yang pernah di bacanya juga tempat favouritenya memandang laut. Kehidupannya sama sekali tak berubah, tak ada
yang terlupakan menurutnya. Sekali lagi, menurutnya.
“secara fisik, kau memang baik-baik saja Sunny..”
Bintang memberi jeda, jeda pada diri sendiri, jeda untuk adik kesayangannya.
“hanya saja, kau tidak bisa mengingat wajah dan nama
orang dengan baik” kalimat terakhir di selesaikan Bintang seiring oksigen yang
terasa menghilang di sekitarnya.
***
“aku akan menjemputmu setelah aku pulang dari rumah
sakit” suara Bintang menahan gerakan
Sunny untuk membuka pintu. Ia berbalik lagi, menghadap gadis bernama Bintang.
“tidak perlu Bintang, aku tahu, sangat tahu arah
jalan pulang. Bukankah katamu aku hanya tak bisa mengingat nama dan wajah
orang? Sampai bertemu di rumah, terima kasih sudah mau mengambil hasil
pemerikasaanku, oh ya hati-hati” Sunny tersenyum singkat. Tanpa menunggu respon
Bintang, ia membuka pintu mobil dan melangkahkan kaki keluar.
Bintang menghela nafas lemah, memerhatikan sosok
Sunny yang sekarang sudah hilang di balik pintu masuk kafe favouritenya.
***
Sunny duduk di bangku paling sudut kafe, tempat favouritenya.
“Hai Sunny, mau pesan menu seperti biasa atau ada
yang lainnya?” Sunny mendongak, tampak gadis muda, lebih muda dari dirinya
mungkin.Tersenyum manis, lengkap dengan pakaian kerjanya, memegang kertas dan sebuah
pensil. Beberapa detik Sunny hanya meneliti fisik sang pelayan, sebelum bola matanya
beralih pada benda panjang kecil mengkilat di dada kiri si pelayan.
“hmm, Naya?” Sunny
menopang dagu, meneliti menu. Yang di panggil Naya mengangguk antusias.
“Well,
mungkin kita bertemu di sini setiap hari. Tapi maaf, aku tidak bisa
mengingatmu. Kau tahu, kakakku bilang ingatanku mengalami gangguan, entah apa
itu hasilnya belum di ketahui. Jadi, maaf kalo aku bersikap menyebalkan. Aku
pesan menu biasa, Naya” Sunny mendongak lagi, menatap Naya, sudut bibirnya
tertarik ke atas, menghasilkan senyum, senyum manis. Naya mengerjapkan mata beberapa kali. Penjelasan
Sunny seperti menghipnotisnya tadi.
“ah begitu? Pantas saja..” Naya tampak bingung.
Sunny masih tersenyum.
“baiklah Sunny, aku akan segera kembali dengan
pesananmu” tambah Naya, balas tersenyum, lalu pergi. Membiarkan papan menu di
sana. Mungkin Sunny berubah pikiran? Menambah pesanan?
Baru beberapa detik Sunny menatap biru lautan yang menjadi pemandangan andalan kafe ketika sebuah suara terdengar.
Baru beberapa detik Sunny menatap biru lautan yang menjadi pemandangan andalan kafe ketika sebuah suara terdengar.
“Halo” kali ini seorang pria. Cukup tampan, dengan rambut
ikal kecoklatan, tinggi yang bagi Sunny sangat-sangat tinggi, melengkapi wajah
tampan serta senyumnya, memamerkan deretan gigi putih sang pria. Usianya? Mungkin
sama dengan Sunny.
“Maaf, bolehkah aku duduk di sini?” tambah pemilik
suara berat itu, yang pertama terpikirkan oleh Sunny adalah; dengan suara
seperti itu, pria di hadapannya ini pasti seorang rapper. Pikiran berikutnya; ada banyak tempat duduk kosong,
kenapa pria ini harus duduk di tempat kesukaannya? Apa hanya alasan? Untuk
mengajaknya berkenalan? Oh, alasan itu terdengar masuk akal, benar-benar masuk
akal.
Si pria tampak sabar menunggu jawaban Sunny, matanya
tak beralih dari mata milik Sunny yang tengah menatapnya datar.
“silahkan” satu kata itu tiba-tiba terlontar pelan
dari tenggorokannya. sang pria tampak senang, tanpa buang waktu ia segera
mendudukan dirinya di bangku yang berhadapan dengan Sunny.
“aku hampir setiap hari ke sini dan yah ini tempat
kesukaanku” sang pria memulai pembicaraan. Bola mata Sunny tampak membesar.
“kau juga suka duduk di sini?” tanya Sunny. Tampak
tertarik dengan pria di hadapannya.
“iya.. eh? Juga? Maksudmu kau juga?” Sunny
menganggukan kepala pelan.
“Aku Kai” sang pria mengulurkan sebelah tangannya,
Sunny tampak berfikir.
“Sunny” ia menerima uluran tangan Kai.
“Nama yang indah” puji Kai.
“terima kasih” Sunny baru akan melanjutkan kegiatan
menatap laut biru ketika Naya datang dengan pesaanya.
“Mojito Blueberry
dan zupa soup” Naya meletakkan
pesanan Sunny di atas meja.
“terima kasih” Sunny tersenyum singkat sebelum
mengaduk Mojitonya. Naya mengangguk, mengalihkan perhatian pada Kai.
“kau mau pesan apa?” tanyanya ramah. Kai memamerkan
deratan gigi putihnya lagi.
“berikan aku yang seperti itu” tunjuk Kai pada
pesanan Sunny.
“Baiklah, tunggu sebentar” Naya pergi lagi. Sunny
masih mengaduk Mojitonya yang sekarang sudah berwarna merah tua.
“Kenapa kau memilih menu yang sama denganku?” Kai
menatap Sunny, gadis itu tak menatapnya balik. Fokus pada Mojito.
“Mojito dan zupa soup?
Menurutku itu perpaduan yang langka. Panas dan dingin. Aku penasaran, jadi tak
salah kan kalo aku mau mencobanya juga?” Sunny hanya mengangkat bahu, memutar
badan, menghadap laut, membelakangi Kai.
“Sunny, aku ke toilet sebentar” Kai bangkit,
meninggalkan meja. Sunny menoleh, memerhatikan punggung Kai yang semakin jauh.
***
“Kai” langkah Kai terhenti, di tolehkan kepala ke kiri pada sosok yang tengah bersandar pada meja kasir
“Hai Naya” Kai mengulum senyum kecil.
“dia masih belum mengingatmu?”
“seperti itulah, Bintang bilang ingatannya mengalami
masalah akibat kecelakaan itu”
“masalah tentang mengenali wajah dan mengingat
nama?” tebak Naya, dari eskpresi Kai ia tau, kata-katanya benar.
“aku tadi sempat bicara dengannnya, dia
memberitahuku” tambah Naya, seakan bisa menebak pikiran Kai. Kai mengangguk
mengerti.
“dia akan mengingatmu Kai, Sunny. Lagian, kalian
sepasang kekasih. Sejauh apapun ingatan itu hilang dari pikirannya, bagian lain dari dirinya akan
selalu mengingatmu, di sini” telunjuk Naya menunjuk tepat ke hati Kai.
Kali ini Kai terhenyak, kata-kata Naya seperti membangunkannya dari tidur panjang.
Kali ini Kai terhenyak, kata-kata Naya seperti membangunkannya dari tidur panjang.
“terima kasih Nay, kau benar-benar tau cara
menenangkan perasaan orang lain”
Benar. Naya benar, hal itu bahkan tak terpikirkan olehnya. Ia melangkahkan kaki panjangnya kembali menuju meja sambil membawa pesanannya sendiri. Kai mendapati Sunny sedang meniup-niup zupa soupnya.
Benar. Naya benar, hal itu bahkan tak terpikirkan olehnya. Ia melangkahkan kaki panjangnya kembali menuju meja sambil membawa pesanannya sendiri. Kai mendapati Sunny sedang meniup-niup zupa soupnya.
“panas?” Sunny mendongak.
“hmm sedikit” kembali meniup sesendok zupanya,
sebelum di suap masuk ke mulutnya.
“kau sangat suka zupa soup?” Kai tak tahan untuk bertanya melihat Sunny yang dengan
antusias terus memakan zupanya tanpa jeda. Well, sebelum ia bertanya tentunya.
Sunny menutupi mulut dengan sebelah tangan, berusaha menelan sisa zupanya
sebelum bicara.
“sangat” desiran hangat tiba-tiba memenuhi hati Kai.
Hanya satu kata dan seulas senyum. Pandangan Kai tampak terkunci pada Sunny
yang lagi-lagi sibuk dengan zupa soupnya.
Senyum itu, menghangatkan hati Kai, Sunny. Nama yang cocok bukan? Gadis yang
selalu berhasil meninggalkan kehangatan serta rasa nyaman untuk Kai seperti
sinar matahari di pagi hari. Gadis yang sangat-amat di cintainya hampir 3 tahun
belakangan ini.
***
“Prosopagnosia?”
Sunny menatap lekat selembar kertas, kertas hasil pemerikasaannya.
“Kau
termasuk pengidap parah. Karna kau mengalami kesulitan tidak hanya dalam
mengingat wajah tapi juga nama orang yang sudah kau temui, beserta kejadian yang
ada hubungannya dengan mereka.” Sunny mengalihkan pandangan pada gadis cantik
di hadapannya, gadis bernama Bintang dan mengaku sebagai kakaknya itu malah
menghindari tatapannya.
“oh jadi ini alasan
mengapa aku selalu merasa kaget ketika mendapati bayangan diriku sendiri di
depan cermin? Alasan mengapa aku tak bisa mengingatmu atau orang-orang lain di
sekitarku?” nada suara Sunny nyaris tanpa emosi tapi hal itu malah memberi
dampak sebaliknya untuk Bintang.
Gadis itu sedang berusaha
mengontrol emosinya, menahan genangan air di pelupuk mata agar tak jatuh. Ia
sendiri baru tahu ada jenis penyakit seperti ini, yang ia tahu selama ini
hanyalah amnesia. Demi tuhan, Bintang lebih rela bila adiknya mengidap amnesia
dari pada prosopagnosia.
Ingatan yang hilang akibat
amnesia masih bisa di kembalikan atau malah bisa membuat ingatan baru,
tapi prosopagnosia? Bahkan para dokter sendiri masih tidak yakin cara
ampuh untuk menyembuhkan penderita penyakit ini.
Bagi Bintang, tak ada yang lebih menyakitkan dari pada setiap pagi melihat Sunny menatapnya bingung, setiap pagi ia harus memperkenalkan diri pada adiknya, setiap pagi mendapat tatapn datar-nyaris dingin dari adiknya, seakan-akan dirinya benar-benar orang asing bagi Sunny.
Bagi Bintang, tak ada yang lebih menyakitkan dari pada setiap pagi melihat Sunny menatapnya bingung, setiap pagi ia harus memperkenalkan diri pada adiknya, setiap pagi mendapat tatapn datar-nyaris dingin dari adiknya, seakan-akan dirinya benar-benar orang asing bagi Sunny.
***
Sunny memandang kosong
hamparan laut biru di hadapannya, dia seperti raga tanpa nyawa. Mojito blueberry dan zupa soup pesanannya
di biarkan saja di atas meja. Sunny memejamkan mata, mencerna sekali lagi efek
dari penyakit yang di deritanya, menyedihkan. Ia merasa dirinya sangat
menyedihkan.
Mengenal orang lain dalam kehidupan adalah salah satu hal penting dari sekian banyak hal penting-sangat penting lainnya. Memiliki banyak orang yang mengenalmu berarti orang-orang akan selalu mengingatmu kan? Entah kenangan baik atau buruk yang kau tinggalkan setidaknya mereka masih akan tetap mengingatmu.
Lalu bagaimana bila kau tidak bisa mengingat orang lain? Oh tidak, bahkan mengingat wajahmu sendiri saja sulit. Apa yang kau harapkan? Orang lain selalu mengingatmu?
Mengenal orang lain dalam kehidupan adalah salah satu hal penting dari sekian banyak hal penting-sangat penting lainnya. Memiliki banyak orang yang mengenalmu berarti orang-orang akan selalu mengingatmu kan? Entah kenangan baik atau buruk yang kau tinggalkan setidaknya mereka masih akan tetap mengingatmu.
Lalu bagaimana bila kau tidak bisa mengingat orang lain? Oh tidak, bahkan mengingat wajahmu sendiri saja sulit. Apa yang kau harapkan? Orang lain selalu mengingatmu?
“Hai” sebuah suara berat
menghentikan pikiran-pikiran Sunny. Ia membalikkan tubuh, memiringkan sedikit
kepala, menatap pria bertubuh tinggi yang berdiri di dekat mejanya sambil
memegang nampan berisi.. mojito blueberry dan zupa soup?
“hai” suara berat itu
terdengar lagi. Sunny hanya menatap lekat mata sang pemilik suara.
“boleh aku duduk di sini?”
Sunny spontan mengedarkan pandangan kepenjuru kafe setelah mendengar pertanyaan
pria asing di hadapannya. Masih banyak tempat kosong, lalu kenapa pria ini
memilih tempat duduk yang jelas-jelas ada pemiliknya?
Bertentangan dengan hati
kecilnya, Sunny malah mengangguk singkat, membuat sang pria asing tersenyum
cerah dengan deretan gigi putih rapinya.
“Aku Kai, maaf kalo
mengganggumu tapi, ini tempat duduk kesukaanku” Sunny mengerjapkan mata
beberapa kali.
“Kau juga suka duduk di
sini? Aku Sunny” Senyum Kai semakin merekah. Desiran hangat memenuhi hatinya,
lagi. Sunny sedang tersenyum, matanya sedikit menyipit dan Kai suka itu, sangat
suka.
“dan apa itu juga menu
kesukaanmu?” Kai mengikuti pandangan Sunny pada minuman dan makanan miliknya. Kai
terkekeh.
“Ya, seseorang membuatku
ketagihan pada menu ini” entahlah, walaupun ia baru mengenal pria bernama Kai ini,
ia seperti sudah sangat-amat mengenal senyumnya.
Sebelah tangan Sunny tiba-tiba merogoh tasnya, tidak butuh waktu lama ia menemukan apa yang di cari. Sebuah foto. Seorang gadis dan pria berlatar belakang taman kota, tampak sangat bahagia.
Sebelah tangan Sunny tiba-tiba merogoh tasnya, tidak butuh waktu lama ia menemukan apa yang di cari. Sebuah foto. Seorang gadis dan pria berlatar belakang taman kota, tampak sangat bahagia.
“Kai, sepertinya aku
mengenalmu” Kai nyaris tersedak mojitonya mendengar kalimat Sunny, bola matanya
membulat.
“kau bilang apa?” nafas
Kai memburu, menunggu jawaban Sunny selanjutnya. Sunny masih menatap lekat
selembar foto di tangannya, lalu ia mendongak, mengunci tatapan di mata Kai.
“Aku mengenalmu Kai, kita
saling mengenal bukan? Oh sepertinya kita sepasang kekasih..” sunny tampak ragu
dengan kata-kata terakhirnya, di serahkan selembar foto tadi pada Kai.
“lihat di bagian belakang”
Kai mengikuti perintah Sunny, senyuumnya mengembang. Perasaan hangat semakin
memenuhi hatinya, seakan tak mampu menampung, rasa hangat itu menyebar hingga
ke wajah Kai, meninggalkan rona merah di sana.
31/05/2010
Kai
& Sunny
Kai tahu kalimat itu,
bukankah ia sendiri yang menulisnya? Foto pertama yang di ambil ketika Sunny
menerima pernyataan cintanya. Saat itu adalah kenangan terbaik yang pernah di
milikinya.
“Kai, maaf aku tak bisa
mengingatmu” suara Sunny membuyarkan kenangan indah Kai tentang mereka berdua
di masa lalu. Kai memandang Sunny, menunggu kalimat selanjutnya.
“aku mengalami gangguan
memori. Pernah dengar prosopagnosia? Aku pengidap parah. Penyakit yang
menyebabkan penderitanya sulit untuk mengingat wajah dan nama orang yang di
temui beserta kejadian yang berhubungan dengan orang itu” Sunny menjelaskan
dengan lancar, tanpa ragu. Seperti sudah mengulangnya berkali-kali.
Kai tersenyum singkat,
senyum yang mengisyaratkan kesedihan tertahan. Kai sudah tahu, bahkan sebelum
menemui gadis kesayangannya ini, Bintang menelponnya tadi pagi. Memberitahu semua
tentang penyakit yang di derita Sunny akibat kecelakaan tempo hari, hanya saja,
rasa sakit yang di rasa berbeda saat Bintang yang menyampaikannya.
Mendengar langsung dari
Sunny dengan eskpresi nyaris tanpa emosi jelas lebih menyakitkan baginya. Hatinya
sakit, Sunny berbicara seakan-akan gadis itu tidak punya tujuan lagi untuk
hidup,
Kai benci itu. Selama ini, Sunny selalu menyinari hari-harinya, menghangatkan hati dengan senyuman, dan melengkapi hidupnya. Seperti bumi yang tak bisa hidup tanpa matahari, begitulah Kai tanpa Sunny.
Kai benci itu. Selama ini, Sunny selalu menyinari hari-harinya, menghangatkan hati dengan senyuman, dan melengkapi hidupnya. Seperti bumi yang tak bisa hidup tanpa matahari, begitulah Kai tanpa Sunny.
“Hei, bukankah kita seharusnya merayakan sesuatu hari ini?” Kai tak merespon.
“di lihat dari tanggal
yang tertera di foto itu, bukankah ini hari yang sama seperti tiga tahun lalu?”
tambah Sunny membuat Kai berekasi.
***
Matahari sudah terbenam,
suasana tamanpun tampak tak terlalu ramai. Mereka berdua duduk di bangku taman, Kai sibuk menancapkan lilin-lilin di
atas kue blueberry kesukaan Sunny.
Sunny sendiri tampak asik memperhatiakan Kai, sebelah tangannya tampak penuh oleh sebuket mawar merah pemberian Kai, sebagai hadiah tanda jadi mereka yang ketiga kali.
Sunny sendiri tampak asik memperhatiakan Kai, sebelah tangannya tampak penuh oleh sebuket mawar merah pemberian Kai, sebagai hadiah tanda jadi mereka yang ketiga kali.
“haruskah kita
mengucapkan permohonan?” Kai mengangkat kue dengan kedua tanganya tepat di antara
wajah mereka berdua. Api-api kecil menyala dari lilin-lilin di atas kue. Sunny menggguk
setuju, mereka menutup mata, mengucapkan permohonan masing-masing dalam hati.
“Aku tahu tidak banyak kebahagian yang
bisa ku bagi dengan pria di hadapanku ini sekarang. Jadi Tuhan aku mohon,
jangan putuskan kebahagiannya, bila memang benar aku mataharinya, sumber segala
cahaya dan kebahagiannya maka bantu aku untuk terus menjadi mataharinya, entah
tanpa ku sadari atau tidak..”
“Terima kasih Tuhan, setidaknya untuk
saat ini matahariku kembali, aku tahu esok tak akan seperti ini tapi aku
berjanji, aku tidak akan berhenti dan akan terus menemuinya, mengingatkan
tentang kami setiap harinya. Jadi aku mohon, kembalikan Sunny-ku seutuhnya,
entah kapan itu aku akan selalu menunggunya”
END
Rabu, 20 Maret 2013
Dimenticato
"Gadis itu hanya meringis kecil sambil menutup mata karna sakit yang di rasakan tidak setara dengan kenyataan bahwa ia sungguh payah dalam mengingat kenangan yang hilang. Terlebih lagi, ia merasa sebagian kecil dirinya menolak untuk mengingat apa yang terlupakan. Seburuk itu kah hingga ia dirinya sendiri menolak untuk mengingatnya lagi?"
"Lagi?" tanya Naraya pada seorang pria di hadapannya.
Pria itu hanya menangguk singkat sebagai jawaban tidak sanggup melihat eskpresi
kecewa yang sudah tercetak jelas di wajah Naraya. Gadis itu menarik nafas, ia
sudah tau bahwa akan selalu seperti ini yang tidak ia mengerti adalah mengapa
sakitnya masih terus terasa bahkan ketika ia sudah tau akan mendapat jawaban
yang sama setiap harinya?
"temani aku makan Kris" Naraya melangkah menuju meja
makan di ikuti pria yang bernama Kris.
"duduk disini" Naraya menunjuk tempak duduk di
sampingnya. Lagi-lagi Kris menuruti perintah Naraya untuk duduk di hadapan
gadis itu. Beberapa wanita paruh baya datang membawa menu sarapan, Naraya
memakan makanannya tanpa berselera di pandangnya meja makannya yang mewah dan
panjang itu
"Untuk apa mereka membuat meja makan semahal ini bila hanya
aku seorang diri yang akan menggunaknnya? aku bahkan lupa kapan terakhir kali
makan bersama mereka disini" gumam Naraya tanpa sadar bahwa Kris
mendengarnya dengan ekspresi wajah sedih.
Selesai makan Naraya berangkat menuju sekolah di antar Kris
seperti biasanya. Kris bukan hanya supir, ia adalah pengawal pribadi bagi
Naraya yang selalu menemani kemanapun gadis itu pergi. Baru setengah perjalanan
mobil yang di kendarai Kris berbelok memasuki sebuah pemakaman umum Kris
menghentikan mobil membalikkan tubuhnya untuk bicara pada Naraya namun gadis
itu seakan bisa membaca pikiran Kris
"pergilah aku tidak mungkin menghalangimu mengunjungi makam
orang tuamu asal jangan buat aku terlambat tiba disekolah" katanya tanpa
menatap Kris. Kris tersenyum singkat, dengan dua buket bunga ia keluar dari
mobil menuju tempat peristirahatan terakhir kedua orang tuanya.
Naraya menatap Kris melalui kaca gelap mobilnya, pria itu sedang
menutup mata seperti berdo'a tidak lama ia membuka matanya, menyentuh pelan
batu nisan ke dua orang tuanya seraya tersenyum lirih kemudian ia berdiri
berjalan kembali menuju mobil.
*****-----*****
Naraya merasa heran dengan keadaan sekolahnya yang lebih ramai
dari hari biasanya.
"ada apa ini?" tanya Naraya lebih pada dirinya sendiri.
Naraya turun dari mobil setelah Kris membukan pintu untuknya, gadis itu keluar
dengan mata yang memandang sekitar bingung.
"ada apa?" tanya Kris
"kenapa sekolah ramai sekali hari ini?" belum sempat
Kris menjawab seseorang berteriak memanggil Naraya sontan keduanya menatap
sumber suara yang tengah berlari menuju mereka.
"Naraya! hmm pagi Kris.." wajah gadis itu tampak sedikit
malu-malu menatap Kris.
"Alika sampai kapan kau akan terus menggoda pengawalku?"
Naraya mendesah kesal melihat kelakuan sahabatnya itu. Gadis yang di panggil
Alika itu tertawa ringan
"ada apa ini? kenapa sekolah kita ramai sekali?" Naraya
mengalihkan pembicaraan. Alika menatap Naraya heran.
"kau tidak tahu?"
"haruskah aku tahu?"
"di aula sedang di adakan gladi resik tim drama kita yang
akan mengikuti perlombaan tingkat internasional minggu depan. Saat ini mereka
akan menunjukkan usaha kerasnya selama ini di hadapan seluruh sekolah makanya
baik ketua yayasan, donatur bahkan orang tua murid-murid datang untuk
menyaksikan pertunjukan hari ini. bagaimana kau bisa lupa kegiatan seperti itu
huh? kau dulu bagian dari ti.." Alika tidak melanjutkan kata-katanya ia
sadar ada yang seharusnya tak di ucapakan. Alika memandang Naraya panik,
sahabatnya itu sedang menatap ke arah aula, pandangannya sarat akan
kesedihan.
"Naraya maaf aku.." Alika tampak sulit meneruskan
kata-katanya. Naraya menatap sahabatnya mencoba untuk tersenyum
"Tidak apa-apa Alika, aku memang bagian dari mereka kan?
sampai kecelakaan itu menghilangkan ingataku.. aaah kapan ingtanku kembali??
aku ingin bisa cepat-cepat kembali berlatih bersama mereka" Naraya
memasang ekspresi pura-pura kesal karna tidak mampu mengingat kenangannya yang
hilang.
"jangan paksakan dirimu Na, ingatan itu pasti akan kembali
dengan sendirinya" Kris tersenyum seraya mengacak singkat rambut Naraya.
Naraya menatap Kris, bukankah sewajarnya ia marah? bagaimana bisa seorang
pengawal menyentuh apalagi mengacak-acak rambut tuannya? namun Naraya malah
merasa nyaman, setiap kali Kris menasehati dan mengacak-acak rambutnya.
"Al, ayo kita ke aula" seru Naraya menarik lengan
sahabatnya
"eh? aula? kamu mau nonton?
"iya! semoga bisa membantu untuk mengembalikan ingatan yang
terlupakan olehku" jawab Naraya mantap. ia melangkah cepat sedangkan Alika
hanya pasrah di tarik oleh Naraya, ia menoleh menatap Kris seperti bertanya apa yang harus kulakuan Kris hanya tersenyum sambil
melambaikan sebelah tangannya.
BRUK!
"au!" teriak Alika mengusap dahinya karna ia menabrak
bagian belakang tubuh Naraya yang tiba-tiba berhenti. Naraya menoleh
"eh? maaf Al hehehe"
"kenapa tiba-tiba berenti sih?" Alika masih mengusap
dahinya. Naraya seperti tidak mendengarkan keluhan sahabatnya ia malah berlari
mendekati Kris.
"Kris ikutlah dengan kami ke aula" tanpa menunggu
jawaban Kris ia menarik lengan pria itu lalu setengah berlari menuju Alika
"ayo!" Naraya menggandeng lengan Kris dan Alika dengan
semangat sedangkan di belaknganya Kris dan Alika hanya bisa pasrah.
*****-----*****
Suara tepuk tangan dan teriakan seketika memenuhi aula sekolah
saat pertunjukkan drama berakhir. Semua pemain muncul memberi penghormatan
terakhir sambil membungkukkan badan di atas panggung kehadapan seluruh penonton
yang memenuhi aula.
"WAW!" mereka keren banget!!!" Naraya masih
bertepuk tangan dengan semangat, ekspresinya terlihat sangat terpesona dengan
apa yang baru saja di lihatnya. Senyum Kris mengembang dengan sendiri melihat
ekspresi Naraya
"kamu dulu gitu kok Na"
"benarkah? bagaimana kau bisa tahu?"
"aku kan pengawalmu bagaimana aku bisa tidak tahu huh?"
Kris tertawa geli ketika melihat Naraya menepuk dahinya
"haa pertanyaan bodoh Naraya.." ia berkata lebih pada
dririnya sendiri
"eh mau kemana Al?" tanya Naraya saat Alika bangun dari
tempat duduknya
"itu ada temenku Na bentar ya aku mau ngucapin selamat
dulu" Alika pergi dengan langkah cepat lalu segera memeluk temannya,
mereka terlihat sangat asik dalam obrolannya.
Naraya mengedarkan pandangannya keseluruh panggung lalu
pandangannya terpaku pada seorang siswa yang sedang di peluk oleh ibunya,
sedangkan sang ayah mengusap pelan pundaknya sambil tersenyum tercetak jelas
bahwa mereka sangat bangga memiliki anak seperti itu, siswa itu juga tampak
memeluk erat ibunya sambil tersenyum lebar pada ayahnya.
"Kris.." Naraya tak mengalihkan pandangannya
"sewaktu aku pentas dulu, apa orang tuaku pernah melakukan
hal seperti itu?" Kris mengikuti arah pandangan Naraya seketika tubuhnya
menegang. buru-buru ia menatap gadis itu dengan khawatir.
"ah aku harus buru-buru kembali ke atas sana! tidak sabar
rasanya melihat ekspresi seperti itu dari kedua orang tuaku, iya kan
Kris?" ia menoleh pada Kris yang menatapnya khawatir.
"hei! aku baik-baik saja! jangan terlalu mengkhawatirkanku
seperti itu" Naraya menyenggol lengan Kris pelan sambil tertawa. Kris tak
bergeming.
"eh Kris aku ke kamar mandi sebentar, kau tunggu disini"
buru-buru Kris menahan lengan Naraya saat gadis itu hendak pergi
"aku temenin" Kris ikut berdiri tapi kedua tangan Naraya
di atas bahunya memaksa Kris untuk duduk lagi.
"aku mau ke kamar mandi Krissss bagaimana mungkin kau ikut
hah? tunggu disini saja" kata-kata Naraya lebih terdengar seperti
perintah, mau tak mau Kris menurut pandangannya tak lepas dari gadis itu hingga
menghilang di balik pintu aula.
*****-----*****
10 menit kemudian...
"gak ada Kris.. kamu yakin dia ke kamar mandi?" tanya
Alika panik. Kris mengangguk lemah.
"harusnya aku gak biarin dia pergi sendiri setelah dia
ngeliat keluarga yang lengkap tadi.. seharusnya aku tahu kalo dia.." Kris
tidak menyelesaikan kata-katanya karna Alika buru-buru menenangkannya, di saat
seperti ini tidak semestinya Kris menyalahkan dirinya sendiri.
"sekarang kita cari keliling sekolah dulu ya, aku juga bakal
minta bantuan yang lainnya. Kamu coba ke satpam tanya apa dia ngeliat Naraya
keluar atau enggak" kata Alika yang langsung di setujui Kris.
Setelah seluruh bagian sekolah di periksa mereka masih tak
menemukan keberadaan Naraya.
"Naraya kamu di mana..." suara Kris terdengar lirih. di
enyahkannya bayangan-bayangan buruk yang mungkin terjadi pada gadis itu.
"Al aku mau coba cari Naraya di tempat lain, kamu segera
hubungi aku ya kalo ketemu dia" tanpa menunggu jawaban Alika, Kris segera
berlari menuju mobilnya. Alika menatap kepergian Kris dengan rasa tak karuan.
tidak jauh dengan apa yang di rasakan oleh Kris, Alika juga takut sesuatu yang
buruk terjadi lagi pada sahabatnya, selama ini ia sudah cukup merasa bersalah
karna selalu berbohong pada Naraya. Alika menutup mulutnya, menahan suara
tangis yang hampir meledak sementara air matanya sudah mengalir tak
tertahankan.
*****-----*****
Suasana jalan raya padat, Naraya terlihat duduk sendiri di sebuah
halte, pandangannya menatap sekitar tanpa tujuan. Ia merasa bosan, tidak tau
harus kemana karna ia yakin saat ini Kris sedang memeriksa semua tempat yang
mereka biasa datangi untuk mencarinya. Naraya menggigit bibirnya
"maafkan aku Kris" suaranya lirih
Bukannya ia sengaja membuat Kris, Alika serta yang lain panik
mencarinya hanya saja Naraya sedang ingin sendiri untuk mencoba mengingat
kepingan-kepingan kenangan yang terlupakan tapi sepertinya kenangan itu menolak
untuk muncul memberikan peringatan melalui sakit di kepala. Gadis itu hanya
meringis kecil sambil menutup mata karna sakit yang di rasakan tidak setara
dengan kenyataan bahwa ia sungguh payah dalam mengingat kenangan yang hilang.
Terlebih lagi, ia merasa sebagian kecil dirinya menolak untuk mengingat apa
yang terlupakan. Seburuk itu kah hingga ia dirinya sendiri menolak untuk
mengingatnya lagi?
Naraya menghembuskan nafas lemah, membuka kedua mata, di tatapnya
lagi lingkungan sekitar yang padat kendaraan serta orang berlalu lalang dengan
aktivitas masing-masing. Naraya beranjak dari duduknya, ia rasa cukup untuk
membuat Kris panik. Naraya memilih jalan kaki karna jarak halte dan rumhanya
yang tidak terlalu jauh.
"NARAYA!!!"
Baru beberapa langkah Naraya mendengar sebuah suara meneriaki
namanya, pemilik suara itu berada di sebrang jalan. Dahinya mengkerut, di
tatapnya datar gadis yang sedang melambaikan kedua tangan tinggi-tinggi
padanya, dengan senyum mengembang.
"Wait! i'm coming" selesai berkata gadis itu buru-buru
berlari menuju Naraya saat lampu penyebrangan jalan hampir berubah merah.
"Naraya!!!!" ah i
miss you so much na!! pas
banget ketemu kamu di sini, aku memang mau kerumahmu sekalian kasih surprise hihi maaf ya
pulang gak bilang-bilang" serta merta ia memeluk Naraya setelah
mereka berhadapan, tubuh Naraya membeku di tempat ia mencoba mengingat-ingat di
mana ia mengenal gadis yang sedang memeluknya erat ini. Merasa tidak mendapat
respon yang di harapkan gadis itu melepas pelukannya, menatap Naraya dengan
ekspresi bingung.
"emm maaf, kita pernah kenal?" tanya Naraya menyerah
dengan senyum lemah.
*****-----*****
Jantung Naraya semakin berdetak semakin cepat, kakinya sudah lelah
di pakai terus berlari dari halte hingga rumahnya, pandangan gadis itu sedikit
kabur akibat tertutup air matanya yang terus mengalir. Naraya membuka pintu
cepat, memaksa kakinya sekali lagi untuk menaiki tangga menuju kamarnya di
lantai 2.
"Non Naraya kenapa? non?!! nooon?!!! kenapa pulang
sendiri?" Naraya seperti tak mendengar suara pembantu yang mengkhawatirkan
keadaannya, ia tahu pasti tampangnya saat ini berantakan tapi ia sudah tak
perduli sekali lagi percakapannya dengan gadis bernama Jessica di halte bus
tadi terdengar memenuhi kepala Naraya.
"ah iya kamu lupa ingatan ya? aku Jessica kita selalu
sekelas sejak kecil, sampe waktu SMA aku harusmelanjutkan sekolahku ke luar
negri. Aku juga turut berduka cita ya na atas meninggalnya orang tuamu, maaf
aku gak bisa hadir ke hari pemakaman mereka saat itu"
Naraya terduduk di depan pintu kamarnya. Suara tangis gadis itu semakin keras, mengisyaratkan sakit yang tak tertahankan.
"enggak... mana mungkin mama papa udah meninggal... mereka
sekarang masih sibuk bekerja di luar negri.. enggak mungkin mereka
meninggal.." Naraya mencoba meyakinkan diri sendiri, di paksa tubuhnya
untuk bangkit dengan menjadikan kenop pintu sebagai sandaran, mencoba
menenanngkan diri, di hapus air mata di pipinya walau percuma karna air matanya
seakan tak mau berhenti. Dengan sebuah tarikan nafas panjang Naraya membuka
pintu kamar, ia harus memastikannya.
*****-----*****
Kris masih mencoba mencari Naraya ke tempat-tempat yang biasa
mereka datangi namun gadis itu tak ada. di tengah kepanikan, ponselnya bergetar
dengan sigap tanpa melihat nama yang muncul di layar Kris menekan tombol
"jawab"
"Halo Naraya?? kamu di mana??? aku dari tadi nyariin
kamuu" Kris mendahului sang penelpon bicara dengan suara panik
"Tuan Kris ini bibi Inah.."
"ah maaf bi aku kira Naraya, kenapa bi?" suara Kris
sudah lebih tenang
"non Naraya ada di rumah tuan" seketika perasaan lega
memenuhi hati Kris mendengar jawaban bi Inah. sayangnya perasaan itu tak
bertahan lama
"tapi.. non Naraya pulang sambil nangis tuan.. sebaiknya tuan
Kris segera pulang ya" Kris segera berlari menuju mobilnya, menginjak
pedal gas dalam-dalam tanpa memperdulikan keadaan sekitar. fokusnya saat ini
hanya ada pada Naraya. Ia takut sesuatu yang buruk di alami gadis itu lagi.
*****-----*****
Bibi Inah langsung membuka pintu saat mendengar mobil Kris
memasuki halaman rumah. Pria itu langsung berlari menuju kamar Naraya di lantai
dua. pintu kamar di buka keras. Naraya sedang duduk di depan laptop, sedikitpun
tak menyadari ke hadiran Kris. tubuh Kris seketika menegang, nafasnya terdengar
satu-satu akibat berlari.
"Naraya.." bisiknya pelan. Naraya menoleh, seketika hati
Kris seperti di tusuk beribu-ribu jarum sakit sekali. Wajah Naraya pucat, air
mata terus mengalir membentuk aliran sungai kecil, matanya terlihat sembab
menandakan sudah lama menangis, ekspresinya sarat kesedihan.
"kak Kris.." suaranya hampir tak terdengar namun Kris
tahu jelas dua kata yang di katakan Naraya.
"kenapa kakak bohong sama aku.." Naraya, adik kecilnya
itu mencoba bicara dengan sisa-sisa tenaga menuntut penjelasan. Kris tak
sanggup bergerak, ia sedang berusaha mengontrol emosi agar tak ikut menagis di
depan adiknya. Ya, Kris yakin ingatan Naraya pasti sudah kembali seutuhnya, ia
sudah ingat bahwa kedua orang tua mereka sudah meninggal ketika kecelakaan yang
mebuatnya lupa ingatan. ia sudah ingat bahwa pengawalnya selama ini adalah Kris
satu-satunya kakak yang ia miliki.
"kenapa aku bisa berfikir kalo mereka jahat, tak
memperdulikanku, sibuk dengan pekerjaan padahal sebenarnya mereka.."
Naraya tak lagi bicara, hanya isak tangisnya yang terdengar. ia menutup wajah
dengan kedua tangan mencoba meredam bunyi tangisnya.
Kris segera mendekat melihat keadaan adiknya yang semakin kacau,
di raihnya kedua tangan Naraya memaksa kedua kakak beradik itu untuk saling
menatap di mata. Kris tersenyum lemah.
"ini salah aku na, kecelakaan itu terjadi saat kalian mau
jemput aku di bandara. Aku yang gak pernah pulang terlalu asik dengan hidup
baruku di luar bikin kamu sebel karna aku melupakanmu, dokter bilang kamu
melupakan kenangan yang menyakitkan dan menggantinya dengan khayalan kamu
sendiri, itu mungkin saja terjadi untuk kasus sepertimu" suara Kris di
paksa setenang mungkin, di hapusnya sisa-sisa air mata yang mengalir di pipi
adiknya.
Dekat jarak sedekat ini Kris bisa melihat jelas kesedihan di mata
adiknya, tusukan di hati Kris semakin terasa keras dan menyakitkan. Ia tak
tahan lagi, di peluknya tubuh Naraya untuk menyembunyikan air matanya sendiri,
Naraya memeluk kakaknya erat di iringi suara tangisnya yang semakin keras
mewakilkan rasa sakit yang sedang di rasakannya, sedangkan Kris mencoba menahan
agar suara tangisnya tak pecah.
*****-----*****
Senja sore itu sedikit lebih gelap dari biasanya, seakan mengerti
apa yang di rasakan Kris dan Naraya. sebuah mobil terparkir di depan pemakaman
umum. Naraya duduk di antara dua batu nisan, tatapannya sarat kepedihan.Di
sentuhnya kedua batu nisa itu
"mama.. papa... maafin aku baru sekarang datang.."
bisiknya lirih. Kris yang berdiri di belakang tahu adiknya sedang meangis lagi,
namun tidak ada suara yang keluar hanya saja pundak kecil adiknya terus naik
turun dengan cepat. Kris duduk dan memeluk Naraya dari belakang
"mulai besok, kita bisa setiap hari kesini kok na.."
bisik Kris untuk menenangkan adiknya. Naraya hanya mengangguk pelan.
Di sela rasa sakit yang mendominasi perasaannya, Kris juga merasa
lega karna sekarang tidak ada lagi yang harus di tutupi dari adiknya, ia
berjanji akan memberikan perhatian penuh pada Naraya sebagai pengganti orang
tua mereka.
END
Langganan:
Postingan (Atom)