Senin, 17 Juni 2013

Melihat dengan hati



Film Naga bonar merupakan film yang mengisahkan keadaan Indonesia setelah berhasil merebut kemerdekaan. Awalnya si Naga Bonar (Deddy Mizwar) itu adalah pencopet tetapi seiring waktu berjalan Naga Bonar menjadi jendral dan berhasil memimpin pasukannya untuk meraih kemenangan Indonesia dalam peperangan di daerahnya. Dalam tayangan film tersebut terlihat detik – detik kemerdekaan Indonesia yaitu di tanggal 17 Agustus 1945. Rakyat Indonesia bersuka cita atas kabar itu tetapi ternyata masih ada pihak – pihak lain yang tidak rela akan kemerdekaan Indonesia seperti Inggris, Jepang, terutama Belanda. Keinginan Belanda untuk berkuasa kembali di Indonesia antara laskar pejuang bersenjata dan masyarakat sangat memberikan reaksi keras akan maksud keinginan tersebut. Banyak penjajah yang masih menindas masyarakat apalagi di daerah – daerah meskipun begitu Naga Bonar bersama pejuang yang lain tidak peduli yang terpenting adalah tetap maju melakukan perlawanan pertempuran.

Dalam tayangan tersebut perlawanan tidak hanya dilakukan dengan perjuangan fisik tetapi juga dilakukan juga melalui diplomasi. Pola diplomasi tersebut menggambarkan betapa penyusunan strategi dalam berfikir sangat menentukan pula dalam perlawanan. Dalam diplomasi  tersebut tampak Naga Bonar cukup jenius dengan membuat pihak Belanda kebingungan ketika melakukan penandatanganan perjanjian damai dan penentuan garis demarkasi tentang peta wilayah.



Dalam film Naga Bonar ini memeberikan pelajaran kepada kita bagaimana semangat nilai  - nilai nasionalisme yang sangat besar ada pada kepribadian rakyat Indonesia sejak dulu. Jadi kita alangkah baiknya meniru seperti mereka. Sederhananya nasionalisme itu timbul karena sebuah daerah dimana itu adalah tanah kelahiran kita apa yang berawal maka harus berakhir disitu juga. Selain itu alam yang ada di lingkungan kita harusnya di eksploitasi oleh kita sendir bukan oleh penjajah. Jadi bisa dilihat nasionalisme pada film ini seperti yang dijelaskan tadi. Tidak hanya semangat nasionalisme yang digambarkan dalam film tersebut, juga ada suatu relasi pencitraan nilai – nilai religius dan sikap patriotisme yang tinggi. Bisa dilihat meskipun Naga Bonar ini adalah seorang jenderal ia tetap taat dan patuh pada Ibunya. Meskipun Naga Bonar suka dongkol apabila di perintah oleh ibunya, ia tetap menjalankan segala perintahnya dan menghormatinya. Naga Bonar ini tidak hanya mengabdi untuk bangsa ataupun lingkungan daerah tempat tinggalnya, tetapi juga suatu bentuk pengabdian yang sangat membanggakan dapat dipersembahkan kepada sang ibu yang sampai-sampai meneteskan tangis air mata melihat Naga Bonar bersungguh-sungguh berjuang keras untuk tanah Ibu pertiwi. Selain itu dalam film ini sangat jelas pula tergambar bagaimana suatu proses kenaikan pangkat sangat penting dibutuhkan  untuk mendapatkan suatu legitimasi di dalam suatu komunitas. Sebab semakin tinggi pangkat jabatan yang dimiiliki maka pelayanan penghargaan yang didapatkan mungkin cukup istimewa jika dibandingkan pangkat yang terbilang masih berada di bawah. Sebagai contoh Naga Bonar sebagai Jendral tentunya akan mendapatkan pelayanan penghargaan istimewa yang berbeda dengan si Bujang yang hanya berpangkat sebagai kopral.

Selain melihat sisi perjuangan dan kemerdekaan, kita juga harus liat kisah Naga Bonar yang lain yaitu sebuah persahabatan dan percintaan. Dimana seorang sahabat dan orang yang dicintai menjadi motivator paling besar untuk penyemangat Naga Bonar dalam memimpin perang. Dalam tayangannya dapat tergambar bahwa kisah cinta dan persahabatan pun ikut berperan penting dalam mewarnai perjalanan perjuangan Naga Bonar dalam memimpin perlawanan sebagai contoh sahabat Naga Bonar si Bujang yang kemudian diangkat sebagai asisten pribadi Naga Bonar serta Kirana calon istri Naga Bonar yang dijadikan permaisurinya padahal istilah seperti ini tidak ada dalam ketentaraan, karena biasanya dipakai di kerajaan.




Film ini patut kita apresiasi tinggi karena kisah yang diberikan dan pelajaran berharga didalamnya sangat bagus sekali. Di zaman sekarang nasionalisme sudah seperti bukan urusan masing – masing orang lagi. Naga Bonar ini sungguh membuat kita seperti kembali ke zaman kemerdekaan. Alur cerita dan bahasa yang tidak rumit juga dengan aktor – aktor yang lucu, membuat film ini menarik di mata penonton dan sangat mudah diterima maknanya oleh penonton.

Kamis, 13 Juni 2013

little thing called a dream

"Dunia yang memaksa untuk berubah"


kali ini saya kembali dengan review film dokumenter. jujur, film ini lebih menarik di banding film-film lainnya karena bertema politik. saya besar di lingkungan politik. itu yang menjadi alasan ketertarikan lebih pada film dokumenter kali ini.

film dokumenter ini bercerita tentang Bambang Wari Koesoma. seorang mantan anggota DPR dari naungan partai Golkar. sayang, pada tahun 1995 dia di keluarkan oleh partainya sendiri dari kursi anggota parlemen. 

Lewat film dokumenter ini, Bambang mengajak kita mengikuti aktifitasnya mendatangi satu tempat rakyat kecil ke rakyat kecil lainnya untuk mengajak para masyarakat itu agar memilihnya saat pemilu mendatang. Ya, Bambang membulatkan tekad untuk mencalonkan diri lagi dengan berlandaskan untuk memperjuangkan rakyat.

memperjuangkan mimpi rakyat kecil lebih spesifiknya. 

Dan Bambang tidak main-main apalagi setengah hati dalam menjalani tujuannya. banyak hal dari bagian hidup yang lelaki lanjut usia ini korbankan demi mewujudkan mimpinya. tapi seperti yang saya sebutkan diatas, mimpi ga selamanya bisa kita raih.

maka begitu juga yang Bambang alami, dia kalah. mimpi yang telah di iringi do'a, usaha dan ketulusan itu berakhir dengan senyum keihklasan dan lapang dada. 


politik itu pro dan kontra. yang namanya murni dan tulus cuma ada bagi segelintir orang. nah, segelintir orang dengan niat murni itu tertutupi oleh ribuan orang dengan niat yang kurang tulus. seperti itu dunia politik. hampir sama dengan dunia yang saya pelajari di masa perkuliahan sekarang.

prinsip orang bisa berubah. karena dunia yang di jalani menuntutnya untuk berubah. resiko bila dia tidak mau berubah adalah; tertinggal dan di lupakan.


Senin, 27 Mei 2013

Metamorfosis: Tumbuh dan Berkembang

Kalo di suruh ngebahas tentang Madonna maka lirik lagu "4 minute" yang dia nyanyiin bareng sama Justin Timberlake bakal langsung memenuhi kepala gue. Oh, siapa yang engga suka lagu itu pada masanya? Musik Video keren denan dentuman musik dance yang bisa bikin siapa saja yang mendengar langsung bergerak mengikuti irama.

mungkin, pada masa jaya Madonna gue masih kecil atau bahkan malah belum lahir maka yang gue tau tentang sosok ratu king of pop itu adalah image sexynya. jangan bilang kalian suka suara lebih dahulu dari pada tubuh sexy-nya itu.



Dan ketika salah satu dosen membawa beberapa musik video madonna yang di ambil dari album ke album gue jadi tau Madonna yang saat ini terkenal dengan image sexy di usianya yang bisa di bilang tidak muda lagu, pada masa-masa awal karirnya hanya gadis yang bisa gue bilang cantik dan polos. kalo boleh jujur, gue lebih suka gaya dia yang terdahulu.



But hey, this is what we called life right? seperti bumi yang terus berputar dan fisik yang terus berkembang seperti itulah sosok Madonna. jangan salahkan dia, dia hanya mengikuti apa yang zaman tuntut padanya jika dia tidak mengikuti berkembangan zaman maka dunia akan menelannya.

seperti dia tidak pernah ada. dan bukankah kita juga seperti itu?

sayangnya, gue dan orang lain seperti gue bukanlah artis atau orang yang seluruh dunia tau namanya. kita haya manusia biasa, bagian dari ciptaan Allah untuk melengkapi dunia. Jadi, ketika kita melakukan perubahan besar dalam diri kita, terlebih lagi negatif tidak akan banyak orang yang perduli apalagi menghina kecuali orang-orang sekitar yang benar-benar perduli pada kita.

Kalo boleh membuat konsep untuk artis favourite gue sendiri, gue juga bakal buat perubahan yang cukup drastis dari mereka. sebelumnya, seperti yang orang-orang uda tau (karena mereka bisa menilai dari wajah gue) gue gadis K-pop.

EXO. Boy Band Korea pendatang baru dari salah satu perusahaan paling besar Korea, SMentertaiment. EXO terdiri dari 12 cowok-cowok dengan kisaran usia paling tua 22 tahun dan paling muda 20 tahun. awal debut mereka terlihat sangat cool dengan gerakkan dance enerjik terlihat dari musik video mereka yang berjudul "MAMA"



maka untuk musik video mereka kali in gue akan mengusung tema yang sedikit lebih imut, menunjukkan bahwa mereka memang masih muda. ide ini muncul ketika foto-foto untuk album selanjutnya mereka muncul.




dari foto keliatan banget kan kalo mereka masih muda, lalu untuk tempat pembuatan musik vidoe, gua ngambil sekolah karena untuk tema sendiri gue ngambil "firts love" menceritakan bagaimana kisah cinta layaknya remaja yang baru beranjak dewasa.

Sweet isn't it?    


Minggu, 07 April 2013

Memoria



"Senyum itu, menghangatkan hati Kai, Sunny. Nama yang cocok bukan? Gadis yang selalu berhasil meninggalkan kehangatan serta rasa nyaman untuk Kai seperti sinar matahari di pagi hari. Gadis yang sangat-amat di cintainya hampir 3 tahun belakangan ini."

Bunyi ranjang berderit singkat saat beban di atasnya bergerak. Sepasang kaki jenjang mulus turun, menginjak lantai kayu. Si pemilik tubuh masih duduk di tepi ranjang, meregangkan otot-ototnya baru kemudian perlahan berdiri, menimbulkan derit sekali lagi pada ranjang yang sudah benar-benar di tinggal kosong pemiliknya.

Sunny, melangkahkan kaki jenjangnya ke arah jendela, mendongakan kepala, membiarkan hangat sinar matahari menyinari wajah putihnya.

CKLEK

Suara pintu dari belakang terdengar, Sunny memutar tubuh menghadap pintu. Detik berikutnya, dahi nya berkerut, menatap datar pada sosok gadis berparas cantik, mungkin hanya terpaut 3 tahun lebih tua darinya.

“Hai Sunny, kau suka matahari pagi ini?”

“apa aku mengenalmu?”

“oh ya maaf, aku Bintang. Kakakmu” gadis yang menyebut dirinya Bintang sekaligus kakak Sunny tersenyum ramah sambil berjalan mendekat pada Sunny. Sunny masih ragu, ia tak bergerak. Mencoba meresapi semua penjelasan Bintang. Kakak? Apa dia benar-benar punya kakak?

“kau mengalami kecelakaan minggu lalu Sunny, mengakibatkan sedikit gangguan di kepalamu. Kita semua masih menunggu hasil pemerikasaan dokter dan kau tahu? Hasi pemeriksaanmu keluar hari ini, jangan khawatir kau pasti sembuh” tambah Bintang seakan bisa membaca pikiran Sunny.

“tapi aku merasa baik-baik saja,” Sunny tampak memutar bola mata sebelum mengakhiri satu kata terakhrinya.

“Bintang..” manik matanya menatap tepat pada manik mata Bintang. Bintang tersenyum lirih, mendengar nada keraguan saat Sunny menyebut namanya, seperti ada beribu  jarum yang di tusuk-tusuk tepat ke hatinya.

“aku bisa mengingat semuanya” Sunny menamambahkan. Ya, Sunny yakin, dia ingat semuanya. Ia ingat kecelakaan yang di alaminya, buku-buku yang pernah di bacanya juga tempat favouritenya memandang laut. Kehidupannya sama sekali tak berubah, tak ada yang terlupakan menurutnya. Sekali lagi, menurutnya.

“secara fisik, kau memang baik-baik saja Sunny..” Bintang memberi jeda, jeda pada diri sendiri, jeda untuk adik kesayangannya.

“hanya saja, kau tidak bisa mengingat wajah dan nama orang dengan baik” kalimat terakhir di selesaikan Bintang seiring oksigen yang terasa menghilang di sekitarnya.
***

“aku akan menjemputmu setelah aku pulang dari rumah sakit”  suara Bintang menahan gerakan Sunny untuk membuka pintu. Ia berbalik lagi, menghadap gadis bernama Bintang.

“tidak perlu Bintang, aku tahu, sangat tahu arah jalan pulang. Bukankah katamu aku hanya tak bisa mengingat nama dan wajah orang? Sampai bertemu di rumah, terima kasih sudah mau mengambil hasil pemerikasaanku, oh ya hati-hati” Sunny tersenyum singkat. Tanpa menunggu respon Bintang, ia membuka pintu mobil dan melangkahkan kaki keluar.

Bintang menghela nafas lemah, memerhatikan sosok Sunny yang sekarang sudah hilang di balik pintu masuk kafe favouritenya.
***
Sunny duduk di bangku paling sudut kafe, tempat favouritenya.

“Hai Sunny, mau pesan menu seperti biasa atau ada yang lainnya?” Sunny mendongak, tampak gadis muda, lebih muda dari dirinya mungkin.Tersenyum manis, lengkap dengan pakaian kerjanya, memegang kertas dan sebuah pensil. Beberapa detik Sunny hanya meneliti fisik sang pelayan, sebelum bola matanya beralih pada benda panjang kecil mengkilat di dada kiri si pelayan.

“hmm, Naya?”  Sunny menopang dagu, meneliti menu. Yang di panggil Naya mengangguk antusias.

Well, mungkin kita bertemu di sini setiap hari. Tapi maaf, aku tidak bisa mengingatmu. Kau tahu, kakakku bilang ingatanku mengalami gangguan, entah apa itu hasilnya belum di ketahui. Jadi, maaf kalo aku bersikap menyebalkan. Aku pesan menu biasa, Naya” Sunny mendongak lagi, menatap Naya, sudut bibirnya tertarik ke atas, menghasilkan senyum, senyum manis. Naya mengerjapkan mata beberapa kali. Penjelasan Sunny seperti menghipnotisnya tadi.

“ah begitu? Pantas saja..” Naya tampak bingung. Sunny masih tersenyum.

“baiklah Sunny, aku akan segera kembali dengan pesananmu” tambah Naya, balas tersenyum, lalu pergi. Membiarkan papan menu di sana. Mungkin Sunny berubah pikiran? Menambah pesanan?

Baru beberapa detik Sunny menatap biru lautan yang menjadi pemandangan andalan kafe ketika sebuah suara terdengar.

“Halo” kali ini seorang pria. Cukup tampan, dengan rambut ikal kecoklatan, tinggi yang bagi Sunny sangat-sangat tinggi, melengkapi wajah tampan serta senyumnya, memamerkan deretan gigi putih sang pria. Usianya? Mungkin sama dengan Sunny.

“Maaf, bolehkah aku duduk di sini?” tambah pemilik suara berat itu, yang pertama terpikirkan oleh Sunny adalah; dengan suara seperti itu, pria di hadapannya ini pasti seorang rapper. Pikiran berikutnya; ada banyak tempat duduk kosong, kenapa pria ini harus duduk di tempat kesukaannya? Apa hanya alasan? Untuk mengajaknya berkenalan? Oh, alasan itu terdengar masuk akal, benar-benar masuk akal.

Si pria tampak sabar menunggu jawaban Sunny, matanya tak beralih dari mata milik Sunny yang tengah menatapnya datar.

“silahkan” satu kata itu tiba-tiba terlontar pelan dari tenggorokannya. sang pria tampak senang, tanpa buang waktu ia segera mendudukan dirinya di bangku yang berhadapan dengan Sunny.

“aku hampir setiap hari ke sini dan yah ini tempat kesukaanku” sang pria memulai pembicaraan. Bola mata Sunny tampak membesar.

“kau juga suka duduk di sini?” tanya Sunny. Tampak tertarik dengan pria di hadapannya.

“iya.. eh? Juga? Maksudmu kau juga?” Sunny menganggukan kepala pelan.

“Aku Kai” sang pria mengulurkan sebelah tangannya, Sunny tampak berfikir.

“Sunny” ia menerima uluran tangan Kai.

“Nama yang indah” puji Kai.

“terima kasih” Sunny baru akan melanjutkan kegiatan menatap laut biru ketika Naya datang dengan pesaanya.

“Mojito Blueberry dan zupa soup” Naya meletakkan pesanan Sunny di atas meja.

“terima kasih” Sunny tersenyum singkat sebelum mengaduk Mojitonya. Naya mengangguk, mengalihkan perhatian pada Kai.

“kau mau pesan apa?” tanyanya ramah. Kai memamerkan deratan gigi putihnya lagi.

“berikan aku yang seperti itu” tunjuk Kai pada pesanan Sunny.

“Baiklah, tunggu sebentar” Naya pergi lagi. Sunny masih mengaduk Mojitonya yang sekarang sudah berwarna merah tua.

“Kenapa kau memilih menu yang sama denganku?” Kai menatap Sunny, gadis itu tak menatapnya balik. Fokus pada Mojito.

“Mojito dan zupa soup? Menurutku itu perpaduan yang langka. Panas dan dingin. Aku penasaran, jadi tak salah kan kalo aku mau mencobanya juga?” Sunny hanya mengangkat bahu, memutar badan, menghadap laut, membelakangi Kai.

“Sunny, aku ke toilet sebentar” Kai bangkit, meninggalkan meja. Sunny menoleh, memerhatikan punggung Kai yang semakin jauh.

***
“Kai” langkah Kai terhenti, di tolehkan kepala ke kiri pada sosok yang tengah bersandar pada meja kasir

“Hai Naya” Kai mengulum senyum kecil.

“dia masih belum mengingatmu?”

“seperti itulah, Bintang bilang ingatannya mengalami masalah akibat kecelakaan itu”

“masalah tentang mengenali wajah dan mengingat nama?” tebak Naya, dari eskpresi Kai ia tau, kata-katanya benar.

“aku tadi sempat bicara dengannnya, dia memberitahuku” tambah Naya, seakan bisa menebak pikiran Kai. Kai mengangguk mengerti.

“dia akan mengingatmu Kai, Sunny. Lagian, kalian sepasang kekasih. Sejauh apapun ingatan itu hilang dari  pikirannya, bagian lain dari dirinya akan selalu mengingatmu, di sini” telunjuk Naya menunjuk tepat ke hati Kai.

Kali ini Kai terhenyak, kata-kata Naya seperti membangunkannya dari tidur panjang.

“terima kasih Nay, kau benar-benar tau cara menenangkan perasaan orang lain” 

Benar. Naya benar, hal itu bahkan tak terpikirkan olehnya. Ia melangkahkan kaki panjangnya kembali menuju meja sambil membawa pesanannya sendiri. Kai mendapati Sunny sedang meniup-niup zupa soupnya.


“panas?” Sunny mendongak.

“hmm sedikit” kembali meniup sesendok zupanya, sebelum di suap masuk ke mulutnya.

“kau sangat suka zupa soup?” Kai tak tahan untuk bertanya melihat Sunny yang dengan antusias terus memakan zupanya tanpa jeda. Well, sebelum ia bertanya tentunya. Sunny menutupi mulut dengan sebelah tangan, berusaha menelan sisa zupanya sebelum bicara.

“sangat” desiran hangat tiba-tiba memenuhi hati Kai. Hanya satu kata dan seulas senyum. Pandangan Kai tampak terkunci pada Sunny yang lagi-lagi sibuk dengan zupa soupnya. Senyum itu, menghangatkan hati Kai, Sunny. Nama yang cocok bukan? Gadis yang selalu berhasil meninggalkan kehangatan serta rasa nyaman untuk Kai seperti sinar matahari di pagi hari. Gadis yang sangat-amat di cintainya hampir 3 tahun belakangan ini.

***
Prosopagnosia?” Sunny menatap lekat selembar kertas, kertas hasil pemerikasaannya.

“Kau termasuk pengidap parah. Karna kau mengalami kesulitan tidak hanya dalam mengingat wajah tapi juga nama orang yang sudah kau temui, beserta kejadian yang ada hubungannya dengan mereka.” Sunny mengalihkan pandangan pada gadis cantik di hadapannya, gadis bernama Bintang dan mengaku sebagai kakaknya itu malah menghindari tatapannya.

“oh jadi ini alasan mengapa aku selalu merasa kaget ketika mendapati bayangan diriku sendiri di depan cermin? Alasan mengapa aku tak bisa mengingatmu atau orang-orang lain di sekitarku?” nada suara Sunny nyaris tanpa emosi tapi hal itu malah memberi dampak sebaliknya untuk Bintang.

Gadis itu sedang berusaha mengontrol emosinya, menahan genangan air di pelupuk mata agar tak jatuh. Ia sendiri baru tahu ada jenis penyakit seperti ini, yang ia tahu selama ini hanyalah amnesia. Demi tuhan, Bintang lebih rela bila adiknya mengidap amnesia dari pada prosopagnosia.

Ingatan yang hilang akibat amnesia masih bisa di kembalikan atau malah bisa membuat ingatan baru, tapi prosopagnosia? Bahkan para dokter sendiri masih tidak yakin cara ampuh untuk menyembuhkan penderita penyakit ini. 

Bagi Bintang, tak ada yang lebih menyakitkan dari pada setiap pagi melihat Sunny menatapnya bingung, setiap pagi ia harus memperkenalkan diri pada adiknya, setiap pagi mendapat tatapn datar-nyaris dingin dari adiknya, seakan-akan dirinya benar-benar orang asing bagi Sunny.


***
Sunny memandang kosong hamparan laut biru di hadapannya, dia seperti raga tanpa nyawa.  Mojito blueberry dan zupa soup pesanannya di biarkan saja di atas meja. Sunny memejamkan mata, mencerna sekali lagi efek dari penyakit yang di deritanya, menyedihkan. Ia merasa dirinya sangat menyedihkan. 

Mengenal orang lain dalam kehidupan adalah salah satu hal penting dari sekian banyak hal penting-sangat penting lainnya. Memiliki banyak orang yang mengenalmu berarti orang-orang akan selalu mengingatmu kan? Entah kenangan baik atau buruk yang kau tinggalkan setidaknya mereka masih akan tetap mengingatmu. 


Lalu bagaimana bila kau tidak bisa mengingat orang lain?  Oh tidak, bahkan mengingat wajahmu sendiri saja sulit. Apa yang kau harapkan? Orang lain selalu mengingatmu?

“Hai” sebuah suara berat menghentikan pikiran-pikiran Sunny. Ia membalikkan tubuh, memiringkan sedikit kepala, menatap pria bertubuh tinggi yang berdiri di dekat mejanya sambil memegang nampan berisi.. mojito blueberry dan zupa soup?

“hai” suara berat itu terdengar lagi. Sunny hanya menatap lekat mata sang pemilik suara.

“boleh aku duduk di sini?” Sunny spontan mengedarkan pandangan kepenjuru kafe setelah mendengar pertanyaan pria asing di hadapannya. Masih banyak tempat kosong, lalu kenapa pria ini memilih tempat duduk yang jelas-jelas ada pemiliknya?

Bertentangan dengan hati kecilnya, Sunny malah mengangguk singkat, membuat sang pria asing tersenyum cerah dengan deretan gigi putih rapinya.

“Aku Kai, maaf kalo mengganggumu tapi, ini tempat duduk kesukaanku” Sunny mengerjapkan mata beberapa kali.

“Kau juga suka duduk di sini? Aku Sunny” Senyum Kai semakin merekah. Desiran hangat memenuhi hatinya, lagi. Sunny sedang tersenyum, matanya sedikit menyipit dan Kai suka itu, sangat suka.

“dan apa itu juga menu kesukaanmu?” Kai mengikuti pandangan Sunny pada minuman dan makanan miliknya. Kai terkekeh.

“Ya, seseorang membuatku ketagihan pada menu ini” entahlah, walaupun ia baru mengenal pria bernama Kai ini, ia seperti sudah sangat-amat mengenal senyumnya. 

Sebelah tangan Sunny tiba-tiba merogoh tasnya, tidak butuh waktu lama ia menemukan apa yang di cari. Sebuah foto. Seorang gadis dan pria berlatar belakang taman kota, tampak sangat bahagia.


“Kai, sepertinya aku mengenalmu” Kai nyaris tersedak mojitonya mendengar kalimat Sunny, bola matanya membulat.

“kau bilang apa?” nafas Kai memburu, menunggu jawaban Sunny selanjutnya. Sunny masih menatap lekat selembar foto di tangannya, lalu ia mendongak, mengunci tatapan di mata Kai.

“Aku mengenalmu Kai, kita saling mengenal bukan? Oh sepertinya kita sepasang kekasih..” sunny tampak ragu dengan kata-kata terakhirnya, di serahkan selembar foto tadi pada Kai.

“lihat di bagian belakang” Kai mengikuti perintah Sunny, senyuumnya mengembang. Perasaan hangat semakin memenuhi hatinya, seakan tak mampu menampung, rasa hangat itu menyebar hingga ke wajah Kai, meninggalkan rona merah di sana.

31/05/2010
Kai & Sunny


Kai tahu kalimat itu, bukankah ia sendiri yang menulisnya? Foto pertama yang di ambil ketika Sunny menerima pernyataan cintanya. Saat itu adalah kenangan terbaik yang pernah di milikinya.

“Kai, maaf aku tak bisa mengingatmu” suara Sunny membuyarkan kenangan indah Kai tentang mereka berdua di masa lalu. Kai memandang Sunny, menunggu kalimat selanjutnya.

“aku mengalami gangguan memori. Pernah dengar prosopagnosia? Aku pengidap parah. Penyakit yang menyebabkan penderitanya sulit untuk mengingat wajah dan nama orang yang di temui beserta kejadian yang berhubungan dengan orang itu” Sunny menjelaskan dengan lancar, tanpa ragu. Seperti sudah mengulangnya berkali-kali.  

Kai tersenyum singkat, senyum yang mengisyaratkan kesedihan tertahan. Kai sudah tahu, bahkan sebelum menemui gadis kesayangannya ini, Bintang menelponnya tadi pagi. Memberitahu semua tentang penyakit yang di derita Sunny akibat kecelakaan tempo hari, hanya saja, rasa sakit yang di rasa berbeda saat Bintang yang menyampaikannya.

Mendengar langsung dari Sunny dengan eskpresi nyaris tanpa emosi jelas lebih menyakitkan baginya. Hatinya sakit, Sunny berbicara seakan-akan gadis itu tidak punya tujuan lagi untuk hidup, 

Kai benci itu. Selama ini, Sunny selalu menyinari hari-harinya, menghangatkan hati dengan senyuman, dan melengkapi  hidupnya. Seperti bumi yang tak bisa hidup tanpa matahari, begitulah Kai tanpa Sunny.


“Hei, bukankah kita seharusnya merayakan sesuatu hari ini?” Kai tak merespon.

“di lihat dari tanggal yang tertera di foto itu, bukankah ini hari yang sama seperti tiga tahun lalu?” tambah Sunny membuat Kai berekasi.

***
Matahari sudah terbenam, suasana tamanpun tampak tak terlalu ramai. Mereka berdua duduk di bangku taman, Kai sibuk menancapkan lilin-lilin di atas kue blueberry kesukaan Sunny. 

Sunny sendiri tampak asik memperhatiakan Kai, sebelah tangannya tampak penuh oleh sebuket mawar merah pemberian Kai, sebagai hadiah tanda jadi mereka yang ketiga kali.


“haruskah kita mengucapkan permohonan?” Kai mengangkat kue dengan kedua tanganya tepat di antara wajah mereka berdua. Api-api kecil menyala dari lilin-lilin di atas kue. Sunny menggguk setuju, mereka menutup mata, mengucapkan permohonan masing-masing dalam hati.



“Aku tahu tidak banyak kebahagian yang bisa ku bagi dengan pria di hadapanku ini sekarang. Jadi Tuhan aku mohon, jangan putuskan kebahagiannya, bila memang benar aku mataharinya, sumber segala cahaya dan kebahagiannya maka bantu aku untuk terus menjadi mataharinya, entah tanpa ku sadari atau tidak..”





“Terima kasih Tuhan, setidaknya untuk saat ini matahariku kembali, aku tahu esok tak akan seperti ini tapi aku berjanji, aku tidak akan berhenti dan akan terus menemuinya, mengingatkan tentang kami setiap harinya. Jadi aku mohon, kembalikan Sunny-ku seutuhnya, entah kapan itu aku akan selalu menunggunya”




END

Rabu, 20 Maret 2013

Dimenticato

"Gadis itu hanya meringis kecil sambil menutup mata karna sakit yang di rasakan tidak setara dengan kenyataan bahwa ia sungguh payah dalam mengingat kenangan yang hilang. Terlebih lagi, ia merasa sebagian kecil dirinya menolak untuk mengingat apa yang terlupakan. Seburuk itu kah hingga ia dirinya sendiri menolak untuk mengingatnya lagi?"



"Lagi?" tanya Naraya pada seorang pria di hadapannya. Pria itu hanya menangguk singkat sebagai jawaban tidak sanggup melihat eskpresi kecewa yang sudah tercetak jelas di wajah Naraya. Gadis itu menarik nafas, ia sudah tau bahwa akan selalu seperti ini yang tidak ia mengerti adalah mengapa sakitnya masih terus terasa bahkan ketika ia sudah tau akan mendapat jawaban yang sama setiap harinya?

"temani aku makan Kris" Naraya melangkah menuju meja makan di ikuti pria yang bernama Kris.

"duduk disini" Naraya menunjuk tempak duduk di sampingnya. Lagi-lagi Kris menuruti perintah Naraya untuk duduk di hadapan gadis itu. Beberapa wanita paruh baya datang membawa menu sarapan, Naraya memakan makanannya tanpa berselera di pandangnya meja makannya yang mewah dan panjang itu

"Untuk apa mereka membuat meja makan semahal ini bila hanya aku seorang diri yang akan menggunaknnya? aku bahkan lupa kapan terakhir kali makan bersama mereka disini" gumam Naraya tanpa sadar bahwa Kris mendengarnya dengan ekspresi wajah sedih.

Selesai makan Naraya berangkat menuju sekolah di antar Kris seperti biasanya. Kris bukan hanya supir, ia adalah pengawal pribadi bagi Naraya yang selalu menemani kemanapun gadis itu pergi. Baru setengah perjalanan mobil yang di kendarai Kris berbelok memasuki sebuah pemakaman umum Kris menghentikan mobil membalikkan tubuhnya untuk bicara pada Naraya namun gadis itu seakan bisa membaca pikiran Kris

"pergilah aku tidak mungkin menghalangimu mengunjungi makam orang tuamu asal jangan buat aku terlambat tiba disekolah" katanya tanpa menatap Kris. Kris tersenyum singkat, dengan dua buket bunga ia keluar dari mobil menuju tempat peristirahatan terakhir kedua orang tuanya.

Naraya menatap Kris melalui kaca gelap mobilnya, pria itu sedang menutup mata seperti berdo'a tidak lama ia membuka matanya, menyentuh pelan batu nisan ke dua orang tuanya seraya tersenyum lirih kemudian ia berdiri berjalan kembali menuju mobil.

*****-----*****

Naraya merasa heran dengan keadaan sekolahnya yang lebih ramai dari hari biasanya.

"ada apa ini?" tanya Naraya lebih pada dirinya sendiri. Naraya turun dari mobil setelah Kris membukan pintu untuknya, gadis itu keluar dengan mata yang memandang sekitar bingung.

"ada apa?" tanya Kris

"kenapa sekolah ramai sekali hari ini?" belum sempat Kris menjawab seseorang berteriak memanggil Naraya sontan keduanya menatap sumber suara yang tengah berlari menuju mereka.

"Naraya! hmm pagi Kris.." wajah gadis itu tampak sedikit malu-malu menatap Kris.

"Alika sampai kapan kau akan terus menggoda pengawalku?" Naraya mendesah kesal melihat kelakuan sahabatnya itu. Gadis yang di panggil Alika itu tertawa ringan

"ada apa ini? kenapa sekolah kita ramai sekali?" Naraya mengalihkan pembicaraan. Alika menatap Naraya heran.

"kau tidak tahu?"

"haruskah aku tahu?"

"di aula sedang di adakan gladi resik tim drama kita yang akan mengikuti perlombaan tingkat internasional minggu depan. Saat ini mereka akan menunjukkan usaha kerasnya selama ini di hadapan seluruh sekolah makanya baik ketua yayasan, donatur bahkan orang tua murid-murid datang untuk menyaksikan pertunjukan hari ini. bagaimana kau bisa lupa kegiatan seperti itu huh? kau dulu bagian dari ti.." Alika tidak melanjutkan kata-katanya ia sadar ada yang seharusnya tak di ucapakan. Alika memandang Naraya panik, sahabatnya itu  sedang menatap ke arah aula, pandangannya sarat akan kesedihan.

"Naraya maaf aku.." Alika tampak sulit meneruskan kata-katanya. Naraya menatap sahabatnya mencoba untuk tersenyum

"Tidak apa-apa Alika, aku memang bagian dari mereka kan? sampai kecelakaan itu menghilangkan ingataku.. aaah kapan ingtanku kembali?? aku ingin bisa cepat-cepat kembali berlatih bersama mereka" Naraya memasang ekspresi pura-pura kesal karna tidak mampu mengingat kenangannya yang hilang.

"jangan paksakan dirimu Na, ingatan itu pasti akan kembali dengan sendirinya" Kris tersenyum seraya mengacak singkat rambut Naraya. Naraya menatap Kris, bukankah sewajarnya ia marah? bagaimana bisa seorang pengawal menyentuh apalagi mengacak-acak rambut tuannya? namun Naraya malah merasa nyaman, setiap kali Kris menasehati dan mengacak-acak rambutnya.

"Al, ayo kita ke aula" seru Naraya menarik lengan sahabatnya

"eh? aula? kamu mau nonton?

"iya! semoga bisa membantu untuk mengembalikan ingatan yang terlupakan olehku" jawab Naraya mantap. ia melangkah cepat sedangkan Alika hanya pasrah di tarik oleh Naraya, ia menoleh menatap Kris seperti bertanya apa yang harus kulakuan Kris hanya tersenyum sambil melambaikan sebelah tangannya.

BRUK!

"au!" teriak Alika mengusap dahinya karna ia menabrak bagian belakang tubuh Naraya yang tiba-tiba berhenti. Naraya menoleh

"eh? maaf Al hehehe"

"kenapa tiba-tiba berenti sih?" Alika masih mengusap dahinya. Naraya seperti tidak mendengarkan keluhan sahabatnya ia malah berlari mendekati Kris.

"Kris ikutlah dengan kami ke aula" tanpa menunggu jawaban Kris ia menarik lengan pria itu lalu setengah berlari menuju Alika

"ayo!" Naraya menggandeng lengan Kris dan Alika dengan semangat sedangkan di belaknganya Kris dan Alika hanya bisa pasrah.

*****-----*****

Suara tepuk tangan dan teriakan seketika memenuhi aula sekolah saat pertunjukkan drama berakhir. Semua pemain muncul memberi penghormatan terakhir sambil membungkukkan badan di atas panggung kehadapan seluruh penonton yang memenuhi aula.

"WAW!" mereka keren banget!!!" Naraya masih bertepuk tangan dengan semangat, ekspresinya terlihat sangat terpesona dengan apa yang baru saja di lihatnya. Senyum Kris mengembang dengan sendiri melihat ekspresi Naraya

"kamu dulu gitu kok Na"

"benarkah? bagaimana kau bisa tahu?"

"aku kan pengawalmu bagaimana aku bisa tidak tahu huh?" Kris tertawa geli ketika melihat Naraya menepuk dahinya

"haa pertanyaan bodoh Naraya.." ia berkata lebih pada dririnya sendiri

"eh mau kemana Al?" tanya Naraya saat Alika bangun dari tempat duduknya

"itu ada temenku Na bentar ya aku mau ngucapin selamat dulu" Alika pergi dengan langkah cepat lalu segera memeluk temannya, mereka terlihat sangat asik dalam obrolannya.

Naraya mengedarkan pandangannya keseluruh panggung lalu pandangannya terpaku pada seorang siswa yang sedang di peluk oleh ibunya, sedangkan sang ayah mengusap pelan pundaknya sambil tersenyum tercetak jelas bahwa mereka sangat bangga memiliki anak seperti itu, siswa itu juga tampak memeluk erat ibunya sambil tersenyum lebar pada ayahnya.

"Kris.." Naraya tak mengalihkan pandangannya

"sewaktu aku pentas dulu, apa orang tuaku pernah melakukan hal seperti itu?" Kris mengikuti arah pandangan Naraya seketika tubuhnya menegang. buru-buru ia menatap gadis itu dengan khawatir.

"ah aku harus buru-buru kembali ke atas sana! tidak sabar rasanya melihat ekspresi seperti itu dari kedua orang tuaku, iya kan Kris?" ia menoleh pada Kris yang menatapnya khawatir.

"hei! aku baik-baik saja! jangan terlalu mengkhawatirkanku seperti itu" Naraya menyenggol lengan Kris pelan sambil tertawa. Kris tak bergeming.

"eh Kris aku ke kamar mandi sebentar, kau tunggu disini" buru-buru Kris menahan lengan Naraya saat gadis itu hendak pergi

"aku temenin" Kris ikut berdiri tapi kedua tangan Naraya di atas bahunya memaksa Kris untuk duduk lagi.

"aku mau ke kamar mandi Krissss bagaimana mungkin kau ikut hah? tunggu disini saja" kata-kata Naraya lebih terdengar seperti perintah, mau tak mau Kris menurut pandangannya tak lepas dari gadis itu hingga menghilang di balik pintu aula.

*****-----*****

10 menit kemudian...

"gak ada Kris.. kamu yakin dia ke kamar mandi?" tanya Alika panik. Kris mengangguk lemah.

"harusnya aku gak biarin dia pergi sendiri setelah dia ngeliat keluarga yang lengkap tadi.. seharusnya aku tahu kalo dia.." Kris tidak menyelesaikan kata-katanya karna Alika buru-buru menenangkannya, di saat seperti ini tidak semestinya Kris menyalahkan dirinya sendiri.

"sekarang kita cari keliling sekolah dulu ya, aku juga bakal minta bantuan yang lainnya. Kamu coba ke satpam tanya apa dia ngeliat Naraya keluar atau enggak" kata Alika yang langsung di setujui Kris.

Setelah seluruh bagian sekolah di periksa mereka masih tak menemukan keberadaan Naraya.

"Naraya kamu di mana..." suara Kris terdengar lirih. di enyahkannya bayangan-bayangan buruk yang mungkin terjadi pada gadis itu.

"Al aku mau coba cari Naraya di tempat lain, kamu segera hubungi aku ya kalo ketemu dia" tanpa menunggu jawaban Alika, Kris segera berlari menuju mobilnya. Alika menatap kepergian Kris dengan rasa tak karuan. tidak jauh dengan apa yang di rasakan oleh Kris, Alika juga takut sesuatu yang buruk terjadi lagi pada sahabatnya, selama ini ia sudah cukup merasa bersalah karna selalu berbohong pada Naraya. Alika menutup mulutnya, menahan suara tangis yang hampir meledak sementara air matanya sudah mengalir tak tertahankan.

*****-----*****

Suasana jalan raya padat, Naraya terlihat duduk sendiri di sebuah halte, pandangannya menatap sekitar tanpa tujuan. Ia merasa bosan, tidak tau harus kemana karna ia yakin saat ini Kris sedang memeriksa semua tempat yang mereka biasa datangi untuk mencarinya. Naraya menggigit bibirnya

"maafkan aku Kris" suaranya lirih

Bukannya ia sengaja membuat Kris, Alika serta yang lain panik mencarinya hanya saja Naraya sedang ingin sendiri untuk mencoba mengingat kepingan-kepingan kenangan yang terlupakan tapi sepertinya kenangan itu menolak untuk muncul memberikan peringatan melalui sakit di kepala. Gadis itu hanya meringis kecil sambil menutup mata karna sakit yang di rasakan tidak setara dengan kenyataan bahwa ia sungguh payah dalam mengingat kenangan yang hilang. Terlebih lagi, ia merasa sebagian kecil dirinya menolak untuk mengingat apa yang terlupakan. Seburuk itu kah hingga ia dirinya sendiri menolak untuk mengingatnya lagi?

Naraya menghembuskan nafas lemah, membuka kedua mata, di tatapnya lagi lingkungan sekitar yang padat kendaraan serta orang berlalu lalang dengan aktivitas masing-masing. Naraya beranjak dari duduknya, ia rasa cukup untuk membuat Kris panik. Naraya memilih jalan kaki karna jarak halte dan rumhanya yang tidak terlalu jauh.

"NARAYA!!!"

Baru beberapa langkah Naraya mendengar sebuah suara meneriaki namanya, pemilik suara itu berada di sebrang jalan. Dahinya mengkerut, di tatapnya datar gadis yang sedang melambaikan kedua tangan tinggi-tinggi padanya, dengan senyum mengembang.

"Wait! i'm coming" selesai berkata gadis itu buru-buru berlari menuju Naraya saat lampu penyebrangan jalan hampir berubah merah.

"Naraya!!!!" ah i miss you so much na!! pas banget ketemu kamu di sini, aku memang mau kerumahmu sekalian kasih surprise hihi maaf ya pulang gak bilang-bilang" serta merta ia  memeluk Naraya setelah mereka berhadapan, tubuh Naraya membeku di tempat ia mencoba mengingat-ingat di mana ia mengenal gadis yang sedang memeluknya erat ini. Merasa tidak mendapat respon yang di harapkan gadis itu melepas pelukannya, menatap Naraya dengan ekspresi bingung.

"emm maaf, kita pernah kenal?" tanya Naraya menyerah dengan senyum lemah.

*****-----*****

Jantung Naraya semakin berdetak semakin cepat, kakinya sudah lelah di pakai terus berlari dari halte hingga rumahnya, pandangan gadis itu sedikit kabur akibat tertutup air matanya yang terus mengalir. Naraya membuka pintu cepat, memaksa kakinya sekali lagi untuk menaiki tangga menuju kamarnya di lantai 2.

"Non Naraya kenapa? non?!! nooon?!!! kenapa pulang sendiri?" Naraya seperti tak mendengar suara pembantu yang mengkhawatirkan keadaannya, ia tahu pasti tampangnya saat ini berantakan tapi ia sudah tak perduli sekali lagi percakapannya dengan gadis bernama Jessica di halte bus tadi terdengar memenuhi kepala Naraya.

"ah iya kamu lupa ingatan ya? aku Jessica kita selalu sekelas sejak kecil, sampe waktu SMA aku harusmelanjutkan sekolahku ke luar negri. Aku juga turut berduka cita ya na atas meninggalnya orang tuamu, maaf aku gak bisa hadir ke hari pemakaman mereka saat itu"

Naraya terduduk di depan pintu kamarnya. Suara tangis gadis itu semakin keras, mengisyaratkan sakit yang tak tertahankan.

"enggak... mana mungkin mama papa udah meninggal... mereka sekarang masih sibuk bekerja di luar negri.. enggak mungkin mereka meninggal.." Naraya mencoba meyakinkan diri sendiri, di paksa tubuhnya untuk bangkit dengan menjadikan kenop pintu sebagai sandaran, mencoba menenanngkan diri, di hapus air mata di pipinya walau percuma karna air matanya seakan tak mau berhenti. Dengan sebuah tarikan nafas panjang Naraya membuka pintu kamar, ia harus memastikannya.

*****-----*****

Kris masih mencoba mencari Naraya ke tempat-tempat yang biasa mereka datangi namun gadis itu tak ada. di tengah kepanikan, ponselnya bergetar dengan sigap tanpa melihat nama yang muncul di layar Kris menekan tombol "jawab"

"Halo Naraya?? kamu di mana??? aku dari tadi nyariin kamuu" Kris mendahului sang penelpon bicara dengan suara panik

"Tuan Kris ini bibi Inah.."

"ah maaf bi aku kira Naraya, kenapa bi?" suara Kris sudah lebih tenang

"non Naraya ada di rumah tuan" seketika perasaan lega memenuhi hati Kris mendengar jawaban bi Inah. sayangnya perasaan itu tak bertahan lama

"tapi.. non Naraya pulang sambil nangis tuan.. sebaiknya tuan Kris segera pulang ya" Kris segera berlari menuju mobilnya, menginjak pedal gas dalam-dalam tanpa memperdulikan keadaan sekitar. fokusnya saat ini hanya ada pada Naraya. Ia takut sesuatu yang buruk di alami gadis itu lagi.

*****-----*****

Bibi Inah langsung membuka pintu saat mendengar mobil Kris memasuki halaman rumah. Pria itu langsung berlari menuju kamar Naraya di lantai dua. pintu kamar di buka keras. Naraya sedang duduk di depan laptop, sedikitpun tak menyadari ke hadiran Kris. tubuh Kris seketika menegang, nafasnya terdengar satu-satu akibat berlari.

"Naraya.." bisiknya pelan. Naraya menoleh, seketika hati Kris seperti di tusuk beribu-ribu jarum sakit sekali. Wajah Naraya pucat, air mata terus mengalir membentuk aliran sungai kecil, matanya terlihat sembab menandakan sudah lama menangis, ekspresinya sarat kesedihan.

"kak Kris.." suaranya hampir tak terdengar namun Kris tahu jelas dua kata yang di katakan Naraya.

"kenapa kakak bohong sama aku.." Naraya, adik kecilnya itu mencoba bicara dengan sisa-sisa tenaga menuntut penjelasan. Kris tak sanggup bergerak, ia sedang berusaha mengontrol emosi agar tak ikut menagis di depan adiknya. Ya, Kris yakin ingatan Naraya pasti sudah kembali seutuhnya, ia sudah ingat bahwa kedua orang tua mereka sudah meninggal ketika kecelakaan yang mebuatnya lupa ingatan. ia sudah ingat bahwa pengawalnya selama ini adalah Kris satu-satunya kakak yang ia miliki.

"kenapa aku bisa berfikir kalo mereka jahat, tak memperdulikanku, sibuk dengan pekerjaan padahal sebenarnya mereka.." Naraya tak lagi bicara, hanya isak tangisnya yang terdengar. ia menutup wajah dengan kedua tangan mencoba meredam bunyi tangisnya.

Kris segera mendekat melihat keadaan adiknya yang semakin kacau, di raihnya kedua tangan Naraya memaksa kedua kakak beradik itu untuk saling menatap di mata. Kris tersenyum lemah.

"ini salah aku na, kecelakaan itu terjadi saat kalian mau jemput aku di bandara. Aku yang gak pernah pulang terlalu asik dengan hidup baruku di luar bikin kamu sebel karna aku melupakanmu, dokter bilang kamu melupakan kenangan yang menyakitkan dan menggantinya dengan khayalan kamu sendiri, itu mungkin saja terjadi untuk kasus sepertimu" suara Kris di paksa setenang mungkin, di hapusnya sisa-sisa air mata yang mengalir di pipi adiknya.

Dekat jarak sedekat ini Kris bisa melihat jelas kesedihan di mata adiknya, tusukan di hati Kris semakin terasa keras dan menyakitkan. Ia tak tahan lagi, di peluknya tubuh Naraya untuk menyembunyikan air matanya sendiri, Naraya memeluk kakaknya erat di iringi suara tangisnya yang semakin keras mewakilkan rasa sakit yang sedang di rasakannya, sedangkan Kris mencoba menahan agar suara tangisnya tak pecah.


*****-----*****
Senja sore itu sedikit lebih gelap dari biasanya, seakan mengerti apa yang di rasakan Kris dan Naraya. sebuah mobil terparkir di depan pemakaman umum. Naraya duduk di antara dua batu nisan, tatapannya sarat kepedihan.Di sentuhnya kedua batu nisa itu

"mama.. papa... maafin aku baru sekarang datang.." bisiknya lirih. Kris yang berdiri di belakang tahu adiknya sedang meangis lagi, namun tidak ada suara yang keluar hanya saja pundak kecil adiknya terus naik turun dengan cepat. Kris duduk dan memeluk Naraya dari belakang

"mulai besok, kita bisa setiap hari kesini kok na.." bisik Kris untuk menenangkan adiknya. Naraya hanya mengangguk pelan.

Di sela rasa sakit yang mendominasi perasaannya, Kris juga merasa lega karna sekarang tidak ada lagi yang harus di tutupi dari adiknya, ia berjanji akan memberikan perhatian penuh pada Naraya sebagai pengganti orang tua mereka.


END