"Senyum itu, menghangatkan hati Kai, Sunny. Nama yang cocok
bukan? Gadis yang selalu berhasil meninggalkan kehangatan serta rasa nyaman
untuk Kai seperti sinar matahari di pagi hari. Gadis yang sangat-amat di
cintainya hampir 3 tahun belakangan ini."
Bunyi ranjang berderit singkat saat beban di atasnya
bergerak. Sepasang kaki jenjang mulus turun, menginjak lantai kayu. Si pemilik
tubuh masih duduk di tepi ranjang, meregangkan otot-ototnya baru kemudian
perlahan berdiri, menimbulkan derit sekali lagi pada ranjang yang sudah
benar-benar di tinggal kosong pemiliknya.
Sunny, melangkahkan kaki jenjangnya ke arah jendela,
mendongakan kepala, membiarkan hangat sinar matahari menyinari wajah putihnya.
CKLEK
Suara pintu dari belakang terdengar, Sunny memutar
tubuh menghadap pintu. Detik berikutnya, dahi nya berkerut, menatap datar pada
sosok gadis berparas cantik, mungkin hanya terpaut 3 tahun lebih tua darinya.
“Hai Sunny, kau suka matahari pagi ini?”
“apa aku mengenalmu?”
“oh ya maaf, aku Bintang. Kakakmu” gadis yang
menyebut dirinya Bintang sekaligus kakak Sunny tersenyum ramah sambil berjalan
mendekat pada Sunny. Sunny masih ragu, ia tak bergerak. Mencoba meresapi semua
penjelasan Bintang. Kakak? Apa dia benar-benar punya kakak?
“kau mengalami kecelakaan minggu lalu Sunny,
mengakibatkan sedikit gangguan di kepalamu. Kita semua masih menunggu hasil
pemerikasaan dokter dan kau tahu? Hasi pemeriksaanmu keluar hari ini, jangan
khawatir kau pasti sembuh” tambah Bintang seakan bisa membaca pikiran Sunny.
“tapi aku merasa baik-baik saja,” Sunny tampak
memutar bola mata sebelum mengakhiri satu kata terakhrinya.
“Bintang..” manik matanya menatap tepat pada manik
mata Bintang. Bintang tersenyum lirih, mendengar nada keraguan saat Sunny
menyebut namanya, seperti ada beribu jarum yang di tusuk-tusuk tepat ke hatinya.
“aku bisa mengingat semuanya” Sunny menamambahkan.
Ya, Sunny yakin, dia ingat semuanya. Ia ingat kecelakaan yang di alaminya,
buku-buku yang pernah di bacanya juga tempat favouritenya memandang laut. Kehidupannya sama sekali tak berubah, tak ada
yang terlupakan menurutnya. Sekali lagi, menurutnya.
“secara fisik, kau memang baik-baik saja Sunny..”
Bintang memberi jeda, jeda pada diri sendiri, jeda untuk adik kesayangannya.
“hanya saja, kau tidak bisa mengingat wajah dan nama
orang dengan baik” kalimat terakhir di selesaikan Bintang seiring oksigen yang
terasa menghilang di sekitarnya.
***
“aku akan menjemputmu setelah aku pulang dari rumah
sakit” suara Bintang menahan gerakan
Sunny untuk membuka pintu. Ia berbalik lagi, menghadap gadis bernama Bintang.
“tidak perlu Bintang, aku tahu, sangat tahu arah
jalan pulang. Bukankah katamu aku hanya tak bisa mengingat nama dan wajah
orang? Sampai bertemu di rumah, terima kasih sudah mau mengambil hasil
pemerikasaanku, oh ya hati-hati” Sunny tersenyum singkat. Tanpa menunggu respon
Bintang, ia membuka pintu mobil dan melangkahkan kaki keluar.
Bintang menghela nafas lemah, memerhatikan sosok
Sunny yang sekarang sudah hilang di balik pintu masuk kafe favouritenya.
***
Sunny duduk di bangku paling sudut kafe, tempat favouritenya.
“Hai Sunny, mau pesan menu seperti biasa atau ada
yang lainnya?” Sunny mendongak, tampak gadis muda, lebih muda dari dirinya
mungkin.Tersenyum manis, lengkap dengan pakaian kerjanya, memegang kertas dan sebuah
pensil. Beberapa detik Sunny hanya meneliti fisik sang pelayan, sebelum bola matanya
beralih pada benda panjang kecil mengkilat di dada kiri si pelayan.
“hmm, Naya?” Sunny
menopang dagu, meneliti menu. Yang di panggil Naya mengangguk antusias.
“Well,
mungkin kita bertemu di sini setiap hari. Tapi maaf, aku tidak bisa
mengingatmu. Kau tahu, kakakku bilang ingatanku mengalami gangguan, entah apa
itu hasilnya belum di ketahui. Jadi, maaf kalo aku bersikap menyebalkan. Aku
pesan menu biasa, Naya” Sunny mendongak lagi, menatap Naya, sudut bibirnya
tertarik ke atas, menghasilkan senyum, senyum manis. Naya mengerjapkan mata beberapa kali. Penjelasan
Sunny seperti menghipnotisnya tadi.
“ah begitu? Pantas saja..” Naya tampak bingung.
Sunny masih tersenyum.
“baiklah Sunny, aku akan segera kembali dengan
pesananmu” tambah Naya, balas tersenyum, lalu pergi. Membiarkan papan menu di
sana. Mungkin Sunny berubah pikiran? Menambah pesanan?
Baru beberapa detik Sunny menatap biru lautan yang menjadi pemandangan andalan kafe ketika sebuah suara terdengar.
Baru beberapa detik Sunny menatap biru lautan yang menjadi pemandangan andalan kafe ketika sebuah suara terdengar.
“Halo” kali ini seorang pria. Cukup tampan, dengan rambut
ikal kecoklatan, tinggi yang bagi Sunny sangat-sangat tinggi, melengkapi wajah
tampan serta senyumnya, memamerkan deretan gigi putih sang pria. Usianya? Mungkin
sama dengan Sunny.
“Maaf, bolehkah aku duduk di sini?” tambah pemilik
suara berat itu, yang pertama terpikirkan oleh Sunny adalah; dengan suara
seperti itu, pria di hadapannya ini pasti seorang rapper. Pikiran berikutnya; ada banyak tempat duduk kosong,
kenapa pria ini harus duduk di tempat kesukaannya? Apa hanya alasan? Untuk
mengajaknya berkenalan? Oh, alasan itu terdengar masuk akal, benar-benar masuk
akal.
Si pria tampak sabar menunggu jawaban Sunny, matanya
tak beralih dari mata milik Sunny yang tengah menatapnya datar.
“silahkan” satu kata itu tiba-tiba terlontar pelan
dari tenggorokannya. sang pria tampak senang, tanpa buang waktu ia segera
mendudukan dirinya di bangku yang berhadapan dengan Sunny.
“aku hampir setiap hari ke sini dan yah ini tempat
kesukaanku” sang pria memulai pembicaraan. Bola mata Sunny tampak membesar.
“kau juga suka duduk di sini?” tanya Sunny. Tampak
tertarik dengan pria di hadapannya.
“iya.. eh? Juga? Maksudmu kau juga?” Sunny
menganggukan kepala pelan.
“Aku Kai” sang pria mengulurkan sebelah tangannya,
Sunny tampak berfikir.
“Sunny” ia menerima uluran tangan Kai.
“Nama yang indah” puji Kai.
“terima kasih” Sunny baru akan melanjutkan kegiatan
menatap laut biru ketika Naya datang dengan pesaanya.
“Mojito Blueberry
dan zupa soup” Naya meletakkan
pesanan Sunny di atas meja.
“terima kasih” Sunny tersenyum singkat sebelum
mengaduk Mojitonya. Naya mengangguk, mengalihkan perhatian pada Kai.
“kau mau pesan apa?” tanyanya ramah. Kai memamerkan
deratan gigi putihnya lagi.
“berikan aku yang seperti itu” tunjuk Kai pada
pesanan Sunny.
“Baiklah, tunggu sebentar” Naya pergi lagi. Sunny
masih mengaduk Mojitonya yang sekarang sudah berwarna merah tua.
“Kenapa kau memilih menu yang sama denganku?” Kai
menatap Sunny, gadis itu tak menatapnya balik. Fokus pada Mojito.
“Mojito dan zupa soup?
Menurutku itu perpaduan yang langka. Panas dan dingin. Aku penasaran, jadi tak
salah kan kalo aku mau mencobanya juga?” Sunny hanya mengangkat bahu, memutar
badan, menghadap laut, membelakangi Kai.
“Sunny, aku ke toilet sebentar” Kai bangkit,
meninggalkan meja. Sunny menoleh, memerhatikan punggung Kai yang semakin jauh.
***
“Kai” langkah Kai terhenti, di tolehkan kepala ke kiri pada sosok yang tengah bersandar pada meja kasir
“Hai Naya” Kai mengulum senyum kecil.
“dia masih belum mengingatmu?”
“seperti itulah, Bintang bilang ingatannya mengalami
masalah akibat kecelakaan itu”
“masalah tentang mengenali wajah dan mengingat
nama?” tebak Naya, dari eskpresi Kai ia tau, kata-katanya benar.
“aku tadi sempat bicara dengannnya, dia
memberitahuku” tambah Naya, seakan bisa menebak pikiran Kai. Kai mengangguk
mengerti.
“dia akan mengingatmu Kai, Sunny. Lagian, kalian
sepasang kekasih. Sejauh apapun ingatan itu hilang dari pikirannya, bagian lain dari dirinya akan
selalu mengingatmu, di sini” telunjuk Naya menunjuk tepat ke hati Kai.
Kali ini Kai terhenyak, kata-kata Naya seperti membangunkannya dari tidur panjang.
Kali ini Kai terhenyak, kata-kata Naya seperti membangunkannya dari tidur panjang.
“terima kasih Nay, kau benar-benar tau cara
menenangkan perasaan orang lain”
Benar. Naya benar, hal itu bahkan tak terpikirkan olehnya. Ia melangkahkan kaki panjangnya kembali menuju meja sambil membawa pesanannya sendiri. Kai mendapati Sunny sedang meniup-niup zupa soupnya.
Benar. Naya benar, hal itu bahkan tak terpikirkan olehnya. Ia melangkahkan kaki panjangnya kembali menuju meja sambil membawa pesanannya sendiri. Kai mendapati Sunny sedang meniup-niup zupa soupnya.
“panas?” Sunny mendongak.
“hmm sedikit” kembali meniup sesendok zupanya,
sebelum di suap masuk ke mulutnya.
“kau sangat suka zupa soup?” Kai tak tahan untuk bertanya melihat Sunny yang dengan
antusias terus memakan zupanya tanpa jeda. Well, sebelum ia bertanya tentunya.
Sunny menutupi mulut dengan sebelah tangan, berusaha menelan sisa zupanya
sebelum bicara.
“sangat” desiran hangat tiba-tiba memenuhi hati Kai.
Hanya satu kata dan seulas senyum. Pandangan Kai tampak terkunci pada Sunny
yang lagi-lagi sibuk dengan zupa soupnya.
Senyum itu, menghangatkan hati Kai, Sunny. Nama yang cocok bukan? Gadis yang
selalu berhasil meninggalkan kehangatan serta rasa nyaman untuk Kai seperti
sinar matahari di pagi hari. Gadis yang sangat-amat di cintainya hampir 3 tahun
belakangan ini.
***
“Prosopagnosia?”
Sunny menatap lekat selembar kertas, kertas hasil pemerikasaannya.
“Kau
termasuk pengidap parah. Karna kau mengalami kesulitan tidak hanya dalam
mengingat wajah tapi juga nama orang yang sudah kau temui, beserta kejadian yang
ada hubungannya dengan mereka.” Sunny mengalihkan pandangan pada gadis cantik
di hadapannya, gadis bernama Bintang dan mengaku sebagai kakaknya itu malah
menghindari tatapannya.
“oh jadi ini alasan
mengapa aku selalu merasa kaget ketika mendapati bayangan diriku sendiri di
depan cermin? Alasan mengapa aku tak bisa mengingatmu atau orang-orang lain di
sekitarku?” nada suara Sunny nyaris tanpa emosi tapi hal itu malah memberi
dampak sebaliknya untuk Bintang.
Gadis itu sedang berusaha
mengontrol emosinya, menahan genangan air di pelupuk mata agar tak jatuh. Ia
sendiri baru tahu ada jenis penyakit seperti ini, yang ia tahu selama ini
hanyalah amnesia. Demi tuhan, Bintang lebih rela bila adiknya mengidap amnesia
dari pada prosopagnosia.
Ingatan yang hilang akibat
amnesia masih bisa di kembalikan atau malah bisa membuat ingatan baru,
tapi prosopagnosia? Bahkan para dokter sendiri masih tidak yakin cara
ampuh untuk menyembuhkan penderita penyakit ini.
Bagi Bintang, tak ada yang lebih menyakitkan dari pada setiap pagi melihat Sunny menatapnya bingung, setiap pagi ia harus memperkenalkan diri pada adiknya, setiap pagi mendapat tatapn datar-nyaris dingin dari adiknya, seakan-akan dirinya benar-benar orang asing bagi Sunny.
Bagi Bintang, tak ada yang lebih menyakitkan dari pada setiap pagi melihat Sunny menatapnya bingung, setiap pagi ia harus memperkenalkan diri pada adiknya, setiap pagi mendapat tatapn datar-nyaris dingin dari adiknya, seakan-akan dirinya benar-benar orang asing bagi Sunny.
***
Sunny memandang kosong
hamparan laut biru di hadapannya, dia seperti raga tanpa nyawa. Mojito blueberry dan zupa soup pesanannya
di biarkan saja di atas meja. Sunny memejamkan mata, mencerna sekali lagi efek
dari penyakit yang di deritanya, menyedihkan. Ia merasa dirinya sangat
menyedihkan.
Mengenal orang lain dalam kehidupan adalah salah satu hal penting dari sekian banyak hal penting-sangat penting lainnya. Memiliki banyak orang yang mengenalmu berarti orang-orang akan selalu mengingatmu kan? Entah kenangan baik atau buruk yang kau tinggalkan setidaknya mereka masih akan tetap mengingatmu.
Lalu bagaimana bila kau tidak bisa mengingat orang lain? Oh tidak, bahkan mengingat wajahmu sendiri saja sulit. Apa yang kau harapkan? Orang lain selalu mengingatmu?
Mengenal orang lain dalam kehidupan adalah salah satu hal penting dari sekian banyak hal penting-sangat penting lainnya. Memiliki banyak orang yang mengenalmu berarti orang-orang akan selalu mengingatmu kan? Entah kenangan baik atau buruk yang kau tinggalkan setidaknya mereka masih akan tetap mengingatmu.
Lalu bagaimana bila kau tidak bisa mengingat orang lain? Oh tidak, bahkan mengingat wajahmu sendiri saja sulit. Apa yang kau harapkan? Orang lain selalu mengingatmu?
“Hai” sebuah suara berat
menghentikan pikiran-pikiran Sunny. Ia membalikkan tubuh, memiringkan sedikit
kepala, menatap pria bertubuh tinggi yang berdiri di dekat mejanya sambil
memegang nampan berisi.. mojito blueberry dan zupa soup?
“hai” suara berat itu
terdengar lagi. Sunny hanya menatap lekat mata sang pemilik suara.
“boleh aku duduk di sini?”
Sunny spontan mengedarkan pandangan kepenjuru kafe setelah mendengar pertanyaan
pria asing di hadapannya. Masih banyak tempat kosong, lalu kenapa pria ini
memilih tempat duduk yang jelas-jelas ada pemiliknya?
Bertentangan dengan hati
kecilnya, Sunny malah mengangguk singkat, membuat sang pria asing tersenyum
cerah dengan deretan gigi putih rapinya.
“Aku Kai, maaf kalo
mengganggumu tapi, ini tempat duduk kesukaanku” Sunny mengerjapkan mata
beberapa kali.
“Kau juga suka duduk di
sini? Aku Sunny” Senyum Kai semakin merekah. Desiran hangat memenuhi hatinya,
lagi. Sunny sedang tersenyum, matanya sedikit menyipit dan Kai suka itu, sangat
suka.
“dan apa itu juga menu
kesukaanmu?” Kai mengikuti pandangan Sunny pada minuman dan makanan miliknya. Kai
terkekeh.
“Ya, seseorang membuatku
ketagihan pada menu ini” entahlah, walaupun ia baru mengenal pria bernama Kai ini,
ia seperti sudah sangat-amat mengenal senyumnya.
Sebelah tangan Sunny tiba-tiba merogoh tasnya, tidak butuh waktu lama ia menemukan apa yang di cari. Sebuah foto. Seorang gadis dan pria berlatar belakang taman kota, tampak sangat bahagia.
Sebelah tangan Sunny tiba-tiba merogoh tasnya, tidak butuh waktu lama ia menemukan apa yang di cari. Sebuah foto. Seorang gadis dan pria berlatar belakang taman kota, tampak sangat bahagia.
“Kai, sepertinya aku
mengenalmu” Kai nyaris tersedak mojitonya mendengar kalimat Sunny, bola matanya
membulat.
“kau bilang apa?” nafas
Kai memburu, menunggu jawaban Sunny selanjutnya. Sunny masih menatap lekat
selembar foto di tangannya, lalu ia mendongak, mengunci tatapan di mata Kai.
“Aku mengenalmu Kai, kita
saling mengenal bukan? Oh sepertinya kita sepasang kekasih..” sunny tampak ragu
dengan kata-kata terakhirnya, di serahkan selembar foto tadi pada Kai.
“lihat di bagian belakang”
Kai mengikuti perintah Sunny, senyuumnya mengembang. Perasaan hangat semakin
memenuhi hatinya, seakan tak mampu menampung, rasa hangat itu menyebar hingga
ke wajah Kai, meninggalkan rona merah di sana.
31/05/2010
Kai
& Sunny
Kai tahu kalimat itu,
bukankah ia sendiri yang menulisnya? Foto pertama yang di ambil ketika Sunny
menerima pernyataan cintanya. Saat itu adalah kenangan terbaik yang pernah di
milikinya.
“Kai, maaf aku tak bisa
mengingatmu” suara Sunny membuyarkan kenangan indah Kai tentang mereka berdua
di masa lalu. Kai memandang Sunny, menunggu kalimat selanjutnya.
“aku mengalami gangguan
memori. Pernah dengar prosopagnosia? Aku pengidap parah. Penyakit yang
menyebabkan penderitanya sulit untuk mengingat wajah dan nama orang yang di
temui beserta kejadian yang berhubungan dengan orang itu” Sunny menjelaskan
dengan lancar, tanpa ragu. Seperti sudah mengulangnya berkali-kali.
Kai tersenyum singkat,
senyum yang mengisyaratkan kesedihan tertahan. Kai sudah tahu, bahkan sebelum
menemui gadis kesayangannya ini, Bintang menelponnya tadi pagi. Memberitahu semua
tentang penyakit yang di derita Sunny akibat kecelakaan tempo hari, hanya saja,
rasa sakit yang di rasa berbeda saat Bintang yang menyampaikannya.
Mendengar langsung dari
Sunny dengan eskpresi nyaris tanpa emosi jelas lebih menyakitkan baginya. Hatinya
sakit, Sunny berbicara seakan-akan gadis itu tidak punya tujuan lagi untuk
hidup,
Kai benci itu. Selama ini, Sunny selalu menyinari hari-harinya, menghangatkan hati dengan senyuman, dan melengkapi hidupnya. Seperti bumi yang tak bisa hidup tanpa matahari, begitulah Kai tanpa Sunny.
Kai benci itu. Selama ini, Sunny selalu menyinari hari-harinya, menghangatkan hati dengan senyuman, dan melengkapi hidupnya. Seperti bumi yang tak bisa hidup tanpa matahari, begitulah Kai tanpa Sunny.
“Hei, bukankah kita seharusnya merayakan sesuatu hari ini?” Kai tak merespon.
“di lihat dari tanggal
yang tertera di foto itu, bukankah ini hari yang sama seperti tiga tahun lalu?”
tambah Sunny membuat Kai berekasi.
***
Matahari sudah terbenam,
suasana tamanpun tampak tak terlalu ramai. Mereka berdua duduk di bangku taman, Kai sibuk menancapkan lilin-lilin di
atas kue blueberry kesukaan Sunny.
Sunny sendiri tampak asik memperhatiakan Kai, sebelah tangannya tampak penuh oleh sebuket mawar merah pemberian Kai, sebagai hadiah tanda jadi mereka yang ketiga kali.
Sunny sendiri tampak asik memperhatiakan Kai, sebelah tangannya tampak penuh oleh sebuket mawar merah pemberian Kai, sebagai hadiah tanda jadi mereka yang ketiga kali.
“haruskah kita
mengucapkan permohonan?” Kai mengangkat kue dengan kedua tanganya tepat di antara
wajah mereka berdua. Api-api kecil menyala dari lilin-lilin di atas kue. Sunny menggguk
setuju, mereka menutup mata, mengucapkan permohonan masing-masing dalam hati.
“Aku tahu tidak banyak kebahagian yang
bisa ku bagi dengan pria di hadapanku ini sekarang. Jadi Tuhan aku mohon,
jangan putuskan kebahagiannya, bila memang benar aku mataharinya, sumber segala
cahaya dan kebahagiannya maka bantu aku untuk terus menjadi mataharinya, entah
tanpa ku sadari atau tidak..”
“Terima kasih Tuhan, setidaknya untuk
saat ini matahariku kembali, aku tahu esok tak akan seperti ini tapi aku
berjanji, aku tidak akan berhenti dan akan terus menemuinya, mengingatkan
tentang kami setiap harinya. Jadi aku mohon, kembalikan Sunny-ku seutuhnya,
entah kapan itu aku akan selalu menunggunya”
END